Sabtu, 12 Desember 2015

Peran Pemuka Agama Dalam Memperkuat Harmoni Bangsa



PERAN PEMUKA AGAMA KOTA MANADO DALAM MEMPERKUAT HARMONI BANGSA
                                                                                       By:
Muh.Idris
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN  Manado
e-mail :idrispasca_uin@yahoo.co.id

A.        Latar Belakang Masalah
Isu agama dan keberagamaan merupakan satu dari yang sering menimbulkan ketegangan dalam kehidupan sosial masyarakat. Karena setiap agama mengklaim dirinya yang paling benar. Klaim ini kemudian melahirkan keyakinan yang biasa disebut dengan doctrine of salvation (doktrin keselamatan), bahwa keselamatan (surga) adalah hak para pengikut agama tertentu saja, sedangkan yang lainnya celaka dan akan masuk neraka.[1]Terda

patnya sekelompok masyarakat yang fanatik terhadap suatu agama, mengakibatkan berbagai ketegangan, konflik, kekerasan, dan pembunuhan atas nama agama.[2]
Membangun kehidupan umat yang beragama yang harmonis bukan merupakan agenda yang ringan. Agenda ini harus dijalankan dengan hati-hati mengingat agama sangat melibatkan aspek emosi umat, sehingga sebagian mereka lebih cendrung pada klaim kebenaran dari pada mencari kebenaran. Meskipun sejumlah pedoman telah digulirkan, pada umumnya masih sering terjadi gesekan-gesekan di tingkat lapangan, terutama berkaitan dengan penyiaran agama, perkawinan berbeda agama, bantuan luar negeri, perayaan hari-hari besar keagamaan, kegiatan aliran sempalan, penodaan agama dan sebagainya.
Berbagai peristiwa  yang sempat menggejolak di sebagian wilayah Indonesia  beberapa tahun terakhir mengindikasikan telah terjadinya pertentangan menyangkut berbagai kepentingan di antara berbagai kelompok masyarakat. Dan dalam berbagai pertentangan itu, isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) begitu cepat menyebar ke berbagai lapisan sehingga tercipta suasana konflik yang cukup berbahaya dalam kehidupan masyarakat. Eskalasi pertentangan yang dilapisi  baju SARA seringkali menciptakan konflik kekerasan yang lebih menegangkan dan meresahkan. Dalam suasana yang seperti ini agama seringkali menjadi titik singgung paling sensitive dan eksklusif dalam pergaulan pluritas masyarakat.[3]
Ketegangan dan konflik sosial akibat pluralisme tidak perlu terjadi jika masing-masing agama mengutamakan nilai-nilai universal yang dapat menyejukkan hati pemeluknya. Mereka mengembangkan sikap kejujuran dan keadilan dalam mengembangkan misi dakwahnya serta menghindari sikap saling mencurigai satu sama lain. Mereka tidak sekedar memperbanyak dan memperindah tempat ibadah tetapi lebih mengutamakan peningkatan mutu keberagamaan  penganutnya dalam wujud meningkatkan kesadaran dalam mengembangkan sikap toleransi, persatuan, dan kesatuan, serta sikap saling mencintai sesama manusia. Dengan demikian agama dapat menjadi cahaya penerang seluruh aktivitas keseharian. Agama mampu menjadi sumber etika dalam kehidupan sosial yang dapat membangkitkan kepedulian, kejujuran,  dan dapat menghindarkan perlakuan yang tidak bermoral. Keragaman etnik, budaya, adat istiadat dan keragaman agama adalah sebagai modal sosial bagi masyarakat Indonesia untuk memasuki kehidupan global yang ditandai dengan perjumpaan berbagai tradisi dan kecenderungan pemikiran yang berbeda-beda.[4]
Kerukunan umat beragama merupakan modal yang sangat berharga bagi kelangsungan kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Kerukunan umat beragama adalah sesuatu yang dinamis yang dapat berubah sesuai dengan perilaku para pendukungnya. Oleh karena itu perilaku para pemimpin agama dan juga tokoh masyarakat memegang peranan penting dalam menjaga iklim kondusif. Di sinilah arti pentingnya hubungan antar umat beragama plus yaitu hubungan komunikatif yang tidak terbatas pada tokoh agama tapi juga pelibatan para tokoh dan pejabat birokrasi pemerintahan.
Dalam kondisi umat beragama yang tengah terjadi saat ini, peran tokoh agama harus mampu menanamkan nilai-nilai keagamaan dalam upaya mencapai kesejahteraan keluarga dan masyarakat. Bersamaan dengan itu pula saran, tindak lanjut terhadap pemerintah maupun lembaga keagamaan yang berwenang dari para tokoh agama ini sangat diperlukan.[5]
Pelibatan tokoh agama ini  karena tokoh agama secara esensial  memiliki dua fungsi keagamaan yang cukup sentral yaitu fungsi pemeliharaan dan pengembangan ajaran Agama. Fungsi pemeliharaanmaksudnya adalah tokoh agama memiliki hak dan wewenang untuk memimpin ritual keagamaannya. Karena fungsi pemeliharaan inilah maka tokoh agama akan selalu mengajarkan kepada pengikutnya untuk melakukan ritual agama secara benar dan berprilaku sesuai dengan ajarannya. Sedangkan dengan fungsi pengembangan ajaran  tokoh agama akan berupaya melakukan misi dakwah untuk menyiarkan agama dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pemeluknya. Melalui fungsi ini setiap agama memungkinkan untuk dapat hidup dan berkembang.
Tokoh agama harus bisa memberdayakan umat beragama agar memiliki daya tangkal terhadap gerakan keagamaan yang transnasional yang tidak sejalan dengan kultur dan nilai ajaran agama yang ada di Indonesia, membina dan mengembangkan sikap kerukunan dan keharmonisan dalam kerukunan antar dan intern umat beragama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden SBY ketika memberikan kata sambutan perayaan natal bersama Umat kristiani Tingkat Nasional tahun 2013, di mana SBY menyatakan bahwa  pemuka agama berkewajiban menyuburkan nilai dan semangat untuk hidup rukun dan damai di lingkungannya masing-masing.
Salah satu contoh kehidupan masyarakat pluralis yang menarik perhatian publik adalah masyarakat Kota Manado. Kota Manado merupakan kota beragama/“Tuhan” yang tumbuh dan berkembang berbagai agama, suku dan budaya sehingga kota Manado dikenal sebagai kota majemuk. Umat beragama hidup rukun  dan saling menyapa dalam membangun tatanan kehidupan sosial yang nyaman dan teratur. Keanekaragaman suku, bahasa, adat istiadat dan agama tersebut merupakan suatu kenyataan yang patut disyukuri sebagai investasi bangsa.
Berdasarkan hal tersebut, Sulawesi Utara diakui oleh pemerintah pusat sebagai daerah yang rukun dan damai dan sebagai daerah yang teraman di Indonesia. Kenyataan ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Ferimeldi - Kepala Bidang Pembinaan Kelembagaan Kerukunan Umat Beragama Kemenag RI- yang menyatakan bahwa Sulawesi Utara menjadi percontohan  kerukunan umat beragama, sebab tidak pernah terdengar konflik di daerah ini.[6] Sebagai buktinya Kementerian Agama mempercayakan Sulawesi Utara sebagai tuan rumah Workshop dan Temu Konsultasi Optimalisasi Program Kerja Pusat dan Kanwil Kementerian Agama Provinsi se-Indonesia Dalam Upaya Peningkatan Kerukunan Umat Beragama.[7] Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melakukan sinergi program kerja Peningkatan Kerukunan Umat Beragama dengan kantor Wilayah Kemennterian Agama Provinsi seluruh Indonesia.[8]
Kerukunan umat beragama di Manado khususnya dan Sulawesi Utara pada umumnya merupakan nilai hakiki dan harga  yang tidak dapat ditawar-tawar lagi yang menjadi pondasi dan tujuan dalam hidup (whay of Life) bagi umat beragama. Masyarakat Manado adalah masyarakat majemuk, baik dalam skop nasional, maupun daerah. Kemajemukan tersebut sifatnya multidimensional yang ditimbulkan oleh perbedaan suku, tingkat sosial, pengelompokkan organisasi politik, agama dan sebagainya.
Pemikiran-pemikiran untuk memahami sistem sosial dari masyarakat yang majemuk itu pada gilirannya amatlah penting artinya bagi usaha-usaha pembinaan integrasi nasional. Dan pembinaan integrasi nasional amat penting dalam rangka pembinaan kesatuan dan persatuan dalam rangka memperkuat harmoni bangsa.  Di sinilah letak signifikansi dan relevansi dari penelitian tentang  peran pemuka agama kota Manado dalam memperkuat harmoni bangsa .



B.        Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan tersebut, maka diperlukan adanya kajian yang lebih komprehensif dan mendalam tentang peran pemuka agama Kota Manado ini yang dituangkan dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Sejauh mana peran Pemuka Agama kota Manado dalam memperkuat harmoni bangsa?
2.      Apa saja faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan peran Pemuka Agama kota Manado dalam memperkuat harmoni bangsa?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
            Tujuan dari penelitian ini adalah :
  1. Untuk mengetahui  sejauh mana peran Pemuka Agama kota Manado dalam memperkuat harmoni bangsa.
  2. Untuk menemukan faktor-faktor yang mendorong dan menghambat pelaksanaan peran Pemuka Agama kota Manado dalam memperkuat harmoni bangsa.
Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah:
1.      Untuk mengidentifikasi dan memetakan kehidupan kerukunan umat beragama di kota Manado
2.      Rekomendasi strategis atas kehidupan kerukunan umat beragama yang sesuai dengan karakter budaya lintas agama yang khas masyarakat kota Manado
D. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan riset pendahuluan yang dilakukan, terdapat sejumlah penelitian yang memuat tentang kerukunan umat beragama. Ali Imran HS menulis Kearifan Lokal Hubungan Antar Umat Beragama di Kota Semarang. Tulisan ini dimuat dalam jurnal Riptek Vol.5 No 1 Tahun 2011. Tulisan ini menyoroti Peran Forum Lintas Agama di Semarang.
            Safiuddin,  Analisis Peran Mejelis Muslim Papua (MMP) dalam Membina Kerukunan Antara Islam Kristen di Kota Jayapura, Makalah pada ACIS 2011. Tulisan ini menganalisi peran organisasi kemasyarakatan MMP dalam membina kerukunan antara Islam – Kristen di Kota Jayapura.
            Ujang Saifullah, Dinamika Komunikasi dan Kerukunan Hidup Antarumat Beragama: Studi Kasus Tentang Sikap, Perilaku Sosial, dan Komunikasi Antarumat Beragama di Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat, Makalah pada ACIS 2011. Makalah ini mencoba mencari jawaban tentang faktor-faktor yang menyebabkan fluktuatifnya kerukunan hidup antarumat beragama di kota Sukabumi.
Syamsul Rizal, Konseptualisasi Agama dan Kerukunan: Studi Kebijaksanaan Lokal Terhadap Umat Beragama di Sidawangi-Sumber, Cirebon. Makalah pada ACIS 2011. Makalah ini menjelaskan kehidupan keberagamaan masyarakat Sidawangi yang harmonis walaupun masyarakat itu terdiri dari berbagai agama. Mereka hidup berdampingan dengan penuh toleransi, bahu membahu melakukan pekerjaan sosial dan bergotong royong untuk kepentingan lingkungan.
            Atho Mudzhar  "Kebijakan Negara dan Pemberdayaan Lembaga dan Pimpinan Agama dalam Rangka Keharmonisan Hubungan antar Umat Beragama" dalam Muhaimin AG (ed),  Damai di Dunia Damai Untuk SemuaPerspektif Berbagai Agama, Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, 2004. Tulisan ini menjelaskan kebijakan yang diambil oleh negara dan pemberdayaan lembaga dan pimpinan agama dalam rangka  keharmonisan hubungan antar umat beragama.
Selanjutnya Nur Achmad, (ed), Pluralitas Agama Kerukunan dalam Keragaman,Jakarta:PT Kompas Media Nusantara, 2001. Buku ini menjelaskan tentang pluralitas agama yang ada di Indonesia.
E.        Kerangka Pikir/Konseptual
            Setiap agama membawa misi sebagai pembawa kedamaian dan keselarasan hidup, bukan saja antar manusia, tetapi juga antar sesama makhluk Tuhan. Namun dalam tataran historisnya, misi agama tidak selalu artikulatif. Selain sebagai alat pemersatu sosial, agamapun menjadi unsur konflik. Bahkan menurut Scimmel, dua unsur itu menyatu dalam agama.[9]
      Berkaitan dengan ini, salah satu yang menjadi problem paling besar dalam kehidupan beragama dewasa ini, yang ditandai oleh kenyataan pluralisme adalah bagaimana teologi suatu agama mendefinisikan diri di tengah-tengah agama lain. Di dalam pelaksaanaan pemahaman terhadap pluralisme ini diperlukan keterlibatan banyak pihak, khususnya  segenap komponen kekuatan utama masyarakat yang ada dalam suatu bangsayaitu para pemuka agama atau para tokoh agama.
      Peran tokoh agama dalam memperkuat haroni bangsa sangat luas sekali, bukan hanya terbatas pada pembanguna ruhani masyarakat, dan pemberi landasan etis dan moral, tetapi juga dapat berperan sebagai motivator, pembimbing, dan pemberi landasan etis dan moral serta menjadi mediator dalam seluruh aspek kegiatan masyarakat.[10]
F.       Prosedur Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan penelitian yang menggambarkan hasil analisis suatu variable penelitian,[11] bersifatf leksibel, terbuka dan dapat dikondisikan berdasarkan lapangan penelitian,[12] dan dilakukan terhadap objek penelitian yang bersifat sosiologis.[13] Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.[14]
Tekhnik pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara dan penelusuran data sekunder.  Observasi dilakukan terhadap berbagai tingkah laku dan kegiatan sosial antar kelompok agama di dalam masyarakat seperti pesta, kerja bakti, perayaan hari besar masing-masing agama, dan sebagainya. Wawancara dilakukan terhadap para tokoh agama dan masyarakat. Wawancara-wawancara ini dilakukan secara tak berstandar (unstandardized interview) dan tak berstruktur (unstructured interview) tetapi terfokus (focused interview).[15] Penelusuran data sekunder dilakukan terhadap buku-buku, hasil - hasil penelitian,  berbagai surat keputusan instansi dan tulisan-tulisan lain yang relevan.
Penelitian ini mencoba menerapkan metode grounded research, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menemukan teori melalui data yang diperoleh secara sistematis dengan menggunakan metode analisis komparatif konstan. Penelitian ini hanya mendasarkan teori pada data yang diperolehnya, dan atas dasar data itulah ia hendak membangun hipotesa atau teori. [16]
Langkah - langkah dan proses analisis data dalam penelitian ini adalah :
1.      Seleksi kelompok yang akan diperbandingkan sekaligus menjadi sumber data. Dalam hal ini adalah kelompok Pemuka Agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu. Termasuk para pemuka masyarakat, pejabat pemerintahan setempat, para pimpinan jawatan atau dinas tingkat kecamatan dan kabupaten/kota.
2.      Data-data yang diperoleh (baik melalui observasi, wawancara, maupun penelusuran data sekunder) dimasukkan ke dalam kartu-kartu berukuran 10 x 20 cm untuk kemudian diklasifikasikan dan dicari persamaan dan perbedaannya sehingga melahirkan ketagori-ketagori. Ketagori adalah hasil dari data setelah dikelompokkan, tetapi ia bukanlah data itu sendiri.
3.      Ketagori-ketagori itu kemudian dicari ciri-ciri pokoknya untuk dapat diketahui sifat-sifatnya. Misalnya (1) Bahwa keterlibatan pemuka agama tidak hanya dalam pembangunan unsur ruhaniah saja, tetapi pemuka agama dapat menjalankan peran yang lebih luas sebagai motivator, pembimbing, pemberli landasan etis dan moral serta menjadi mediator dalam seluruh aspek kegiatan pembangunan (2) Bahwa semboyan torang semua basaudara merupakan faktor pendorong terlaksananya peran dengan baik. (3) Bahwa terjunnya Pemuka Agama ke wilayah politik merupakan faktor penghambat terlaksananya peran secara baik.
4.      Ketagori-ketagori tersebut kemudian dihubungkan satu sama lain sehingga lahirlah hipotesa-hipotesa. Misalnya terjunnya Pemuka Agama ke wilayah politik selalu cenderung mendorong tidak terlaksananya peran dengan baik atau setidak-tidaknya memperjauh jarak antar pemuka agama dengan umat beragama. Sebaliknya semboyan torang semua basaudara merupakan faktor pendorong terlaksananya peran dengan baik.
5.      Hipotesa-hipotesa ini kemudian dihubungkan lagi satu sama lain sehingga melahirkan jalur-jalur kecenderungan yang lebih umum yang akan menjadi inti dari teori yang akan muncul yang akan menjadi inti dari teori yang akan muncul. Misalnya dari sejumlah faktor penyebab tidak berjalannya peran secara maksimal ternyata faktor politik yang dominan, demikian pula dari sejumlah faktor berjalannnya peran secara maksimal, ternyata faktor semboyan “torang samua basaudara” yang lebih dominan sehingga teori yang muncul adalah penyebab tidak terlaksananya peran adalah faktor politik dan pendorong terlaksanannya peran  adalah semboyan “torang samua basaudara”. Tetapi dalam perjalanan penelitian bisa saja suatu hipotesa yang sudah dibangun jatuh kembali karena datangnya  data baru yang membatalkannya.
            Langkah-langkah tersebut pada hakekatnya tidaklah muncul satu demi satu pada saat yang berbeda, melainkan secara serempak. Dari kelima langkah itu, tiga langkah pertama terlihat lebih merupakan aspek deskriptif analitik. Sebagai konsekwensi dari penelitian dengan metode ini adalah jenis data yang harus dicari tidaklah ditentukan di belakang meja ketika rencana penelitian disusun, melainkan ditentukan oleh jenis data yang diperoleh atau ketagori yang muncul setelah berada di lapangan.
            Data yang harus dicari pada suatu tingkat sangatlah tergantung pada data yang telah ada atau ketagori yang telah muncul pada tingkat sebelumnya. Jenis data yang harus dicari pada hari esok, ditentukan oleh jenis data atau kategori yang telah muncul pada hari ini. Demikian pula dalam proses pengumpulan data dan analisis data. Ia tidak dilakukan secara bertahap, tetapi keduanya berjalan serempak. Setiap data yang masuk langsung dianalisis (menurut urutan langkah di atas) untuk membangun suatu hipotesa, dan hipotesa itu dapat saja jatuh kembali oleh karena datangnya data baru yang membatalkannya. Demikianlah seterusnya.
G.     Data dan Sumber Data
            Data yang sudah dikumpulkan untuk penelitian ini adalah buku-buku, hasil penelitian, jurnal dan tulisan-tulisan yang relevan dengan penelitian. Di samping itu juga melakukan wawancara dengan berbagai tokoh agama, Tokoh Masyarakat, instansi pemerintahan yang terkait dengan kerukunan umat beragama di Manado seperti FKUB,  dan  BKSAUA di 9 kecamatan yang terdiridari: Malalayang, Sario, Wanea, Wenang,Tikala, Mapanget, Singkil,Tuminting, Bunaken. Masing-masing dari kelurahan/kecamatan ini akan diambil 5 orang untuk diwawancarai.













            Kota Manado terletak di sebuah daerah yang oleh penduduk asli Minahasa disebut “Wanua Wenang” terletak di antara 130’ – 1 [B1] Lintang Utara dan 12440’ – 126 [B2]50’ Bujur Timur. [17] Kota Manado memiliki luas wilayah sebesar 157,26 km yang secara administratif terbagi ke dalam 9 wilayah kecamatan dan 87 kelurahan / desa yang terdiri  dari: Malalayang, Sario, Wanea, Wenang,Tikala, Mapanget, Singkil,Tuminting, Bunaken. Kecamatan dengan jumlah kelurahan terbanyak adalah  Wenang dan Tikala yang masing-masing memiliki dua belas kelurahan, sedangkan kecamatan dengan jumlah kelurahan terkecil adalah kecamatan Sario yang memiliki tujuh kelurahan.[18]
Jumlah penduduk kota Manado pada tahun 2010 tercatat sebanyak 407.433 jiwa.[19] Dan setidaknya ada 6 agama yang di anut oleh penduduk kota Manado yaitu Kristen Protestan, Islam, Katolik, Hindu, Buddha dan agama Konghucu. [20] Kehidupan beragama merupakan salah satu wujud keagamaan yang terjadi di bangsa Indonesia termasuk kota Manado. Kerukunan beragama di kota Manado dapat dikatakan telah terbina dengan baik. Kehidupan beragama yang damai dan harmonis sangat di dambakan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan tempat-tempat peribadatan seperti Masjid, Gereja, Pura, Vihara dan yang lainnya yang terus bertambah di sekitar pemukiman warga.
Toleransi dan Kerukunan berjalan alamiah antar masyarakat maupun antar umat beragama. Sejarah mencatat ketika zaman kolonial Belanda, Kyai Mojo dan pengikutnya dibuang ke tanah Minahasa Sulawesi Utara, masyarakat setempat begitu welcome memberikan tanah adatnya dan hidup berdampingan ratusan tahun dengan rukun dan damai. Demikian pula KH Imam Bonjol, pahlawan nasional yang dibuang dari Sumatera dan akhirnya meninggal dan dimakamkan di daerah Lotta, Minahasa. Di Manado, kampung Arab (sekarang kelurahan Istiqlal) bersebelahan jalan dengan kampung Cina (Calaca-Pinaseaan) masyarakatnya hidup berdampingan tanpa gesekan yang berarti selama ratusan tahun. Orang Tionghoa ada yang tinggal di kampung Arab, sebaliknya orang Arab membuka usaha di kampung Cina. Uniknya ada pula kampung yang bernamakan daerah misalnya kampung Tomohon, kampung Jawa, Kampung Kakas, Kampung Langowan, Kampung Bugis, dan sebagainya. Beragam suku tinggal bersama diantaranya Gorontalo, Sangihe, Tionghoa, Minahasa. Mereka hidup berdampingan saling membantu, toleran dan rukun.
Pada bulan Juli 1977 Dilaksanakan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional ke X di Manado dan pada Juli 1980 di kota Tomohon dan di Manado diselenggarakam Sidang Raya Dewan Gereja-geraja se-Indonesia (Sidang Raya ke XI). Kedua kegiatan berskala nasional  ini diselenggarakan dengan sukses karena didukung seluruh masyarakat Sulut dalam situasi yang mengedepankan toleransi, rukun, dan damai. Saat ini di Manado banyak digelar event keagamaan tingkat nasional dan internasiaonal yang didukung dan ditopang masyarakat maupun tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat.[21]
Sesungguhnya toleransi dan kerukunan Agama di Manado bukan tanpa ujian. Pada 14 Maret 1970 terjadi peristiwa pembakaran Klenteng Ban Hing Kiong Manado. Konflik antar agama bermula dari persoalan sepele yakni dialog seorang Tionghoa majikan toko dengan pekerjanya yang muslim. Dialog yang bermaksud candaan akhirnya menjadi gerakan massa karena isi dialog jadi bahan gunjingan di masyarakat. Konflik hampir meluas saat itu karena adanya pelemparan batu ke gedung gereja Sentrum Manado.
Peristiwa lain dapat dijadikan contoh bahwa menjaga toleransi dan kerukunan bukanlah hal mudah. Tahun 2009 persoalan teroris yang dianggap berasal dari syari’at Islam, tahun 2011 Persoalan Gereja Setan, Teror bom yang menimpa gedung konsulat Philipina, teror bom di KFC Manado, dan teror bom di gedung Sinode GMIM di Tomohon.[22] Peristiwa Hari raya Idul Adha 2012 yang menjadi heboh karena miskomunikasi penggunaan lapangan Tikala untuk shalat Id oleh Panitia Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Sulut dan bersamaan diselenggarakannya Kebaktian Kebangunan Rohani oleh pemuda GMIM. Begitu juga kasus “makanan halal” di pemkot Manado yang membuat heboh dan dimuat di beberapa media massa lokal, adalah beberapa contoh diantaranya.  Namun dengan jalan dialog dan toleransi yang terjalin kejadian ini tidak menjadi akar konflik baru di samping itu dibutuhkan  sikap arif pemerintah serta peran tokoh agama.[23]
Jika ditelusuri lebih jauh alasan terciptanya Kota Manado sebagai Kota yang aman, meskipun masyarakatnya heterogen karena masyarakat Manado sangat menghargai  sikap hidup toleran, rukun, terbuka, dan dinamis. Hal ini tercermin dari semboyan masyarakat Manado ”Torang Samua Basudara” yang artinya kita semua bersaudara. Semboyan ini berarti persaudaraan sangat penting bagi masyarakat Sulawesi Utara, di mana sikap saling mendukung dan membantu serta melindungi adalah suatu kewajiban dalam tali persaudaraan tanpa membeda-bedakan agama yang dianutnya. Hal ini di dukung dengan adanya perkawinan campuran antar suku, agama, ras, dan budaya berbeda yang menghasilkan nilai positif, dengan arti dapat menggabungkan  perbedaan menjadi satu dalam tali persaudaraan.[24]
Dengan semboyan ini semua masyarakat harus menghindari berbagai gesekan-gesekan, terutama gesekan yang memicu konflik antar masyarakat, sama-sama mencari solusi dan bergandengan tangan hidup rukun dan damai,[25]baku baik-baik, baku inga’- inga’ dan baku sayang-sayang.[26]Untuk itu terus menjaga persaudaraan dan kebersamaan. Apalagi, ada pesan leluhur dengan motto leluhur, mototompiaan, mototabian bo mototanoban (saling memperbaiki, saling sayang menyayangi, dan saling ingat mengingatkan). “Bukan saling bertikai yang justru merusak tatanan kehidupan.[27]Oleh karena itu, Sulut mendapat predikat sebagai daerah teraman di Indonesia dan tidak mudah disulut, karena kondusifnya keamanan, ketertiban masyarakat dan kerukunan umat beragama.[28]




DAFTAR PUSTAKA
A.Sirri, Mun'im (ed), Fiqih Lintas Agama, Jakarta: Paramadina, 2004
Arfhan,Imron, PenelitianKualitatifdalamIlmu-ilmuSosialdanKeagamaan,Malang :Kalimasada Press, 1996
BadanPusatStatistik Kota Manado, Kota Manado DalamAngka 2012
Ferimeldi, Kemenag Gelar Pelatihan Manajemen Konflik FKUB, Dalam Tribun Manado,  Tanggal 9 April 2012
Fernando Lumowa, Tribun Manado, 29 April 2012
Gara,Nico,Peran dan Fungsi FKUB: Pengalaman FKUB SULUT, Powerpoint yang Dipresentasikan pada Rakerda FKUB SULUT, tanggal 14-15 Juni 2012 di Hotel Arya Duta Manado
J. Lasut, Billy, Manadonyaman.wordpress, tanggal 22 Desember 2012
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Utara, Profil Kerukunan Umat Beragama Provinsi Sulawesi Utara.
L. Esposito, John,Islam The Straight Path, New York: Oxford University Press, 1988
Mudzhar,Atho, "Kebijakan Negara dan Pemberdayaan Lembaga dan Pimpinan Agama dalam Rangka Keharmonisan Hubungan antar Umat Beragama" dalam Muhaimin AG (ed), Damai di Dunia Damai Untuk SemuaPerspektif Berbagai Agama, Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, 2004
-------,Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Muhadjir,Noeng,MetodologiPenelitianKualitatif, Yogyakarta : Rake Sarasin, 1998 ), h. 21
Muhammad Diansyah (-) dalam ketagori Bidang Harmonisasi Umat Beragama tanggal 14 Mei 2012
Nata, Abudin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998
Rizal,Syamsul,Konseptualisasi Agama dan Kerukunan: Studi Kebijaksanaan Lokal Terhadap Umat Beragama di Sidawangi-Sumber Cirebon, Makalah yang dipresentasikan pada Annual Conference on Islamic Studies ke 11 di Bangka Belitung tanggal 10-13 Oktober 2011
Sandiah, Anwar, (anggota FKUB Provinsi Sulawesi Utara periode 2011-2016, Wawancara Pribadi Tanggal 23 Desember 2013
Sukmadinata,Nana Sayodih,Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Thoha,Anas Malik,Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis, Jakarta : Perspektif, 2005
Yosadi, Sofyan Jimmy, 2013. Toleransidan Kerukunan-2.http://manado.tribunnews.com/2013/09/03/toleransi-dan-kerukunan-2  (diaksestanggal 22 September 2013).



































BAB IV
KONDISI OBJEKTIF WILAYAH SULAWESI UTARA

A. Gambaran Singkat Wilayah Penelitian
1.   Sekilas Provinsi Sulawesi Utara
Provinsi Sulawesi Utara  merupakan kota beragama/“Tuhan” yang tumbuh dan berkembang berbagai agama, suku dan budaya sehingga kota Manado dikenal sebagai kota majemuk. Umat beragama hidup rukun  dan saling menyapa dalam membangun tatanan  kehidupan sosial yang nyaman dan teratur. Keanekaragaman suku, bahasa, adat istiadat dan agama tersebut merupakan suatu kenyataan yang patut disyukuri sebagai investasi bangsa. Namun di samping itu kemajemukan atau keanekaragaman juga dapat berpotensi  untuk konflik kepentingan antara kelompok yang berbeda-beda tersebut. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah termasuk Lembaga STAIN di Manado berupaya meneliti kondisi objektif kerukunan umat beragama guna memperkaya khazanah intelektual dan memperluas cakrawala pandang berfikir dalam bingkai religuitas dan sosialitas.
Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0◦15’ - 5◦34 Lintang Utara dan antara 123◦07 - 127◦10 Bujur Timur yang berbatasan dengan laut Sulawesi, Republik Philipina dan Laut Pasifik di sebelah Utara serta Laut Maluku di sebelah Timur. Batas sebelah Selatan dan Barat  masing-masing adalah Teluk Tomini dan Provisnsi Gorontalo. Luas Wilayah Sulawesi Utara tercatat 14.360,56 km². Yang meliputi 11 kabupaten dan 4 kota dan 159 Kecamatan serta 1.661 desa sebagaimana terlihat dalam tabel 1 dan 2 di bawah ini. Bolaang Mongondow merupakan kabupaten terluas dengan luas wilayah  3.022,70km² atau 20,66 persen dari wilayah Sulawesi Utara.[29]  
Tabel I
Jumlah Kabupaten/Kota provinsi Sulawesi Utara dan Luasnya
Kabupaten /Kota
Luas (Km²)
%
1.      Bolaang Mongondow
2.      Minahasa
3.      Kabupaten Sangihe
4.      Kepulauan Talaud
5.      Minahasa Selatan
6.      Minahasa Utara
7.      Bolaang Mongondow Utara
8.      Kepulauan Sitaro
9.      Minahasa Tenggara
10.  Bolaang Mongondow Selatan
11.  Bolaang Mongondow Timur
12.  Kota Manado
13.  Kota Bitung
14.  Kota Tomohon
15.  Kota Kotamobagu
3.022,70
1.162,99
594,29
1.034,74
1.489,44
985,32
1,936,80
284,67
730,63
1.795,91
897,51
167,12
332,76
147,11
48,57

20,66
7,95
4,06
7,07
10,18
6,73
13,24
1,95
4,99
12,28
6,13
1,14
2,27
1,01
0,34
Jumlah
14.630,56
100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara Dalam Angka 2012
Tabel 2
Jumlah Kecamatan dan Desa Provinsi Sulawesi Utara
Kabupaten /Kota
Ibu Kota
Jumlah Kecamatan
Jumlah Desa
1.      Bolaang Mongondow
2.      Minahasa
3.      Kabupaten Sangihe
4.      Kepulauan Talaud
5.      Minahasa Selatan
6.      Minahasa Utara
7.      Bolaang Mongondow Utara
8.      Kepulauan Sitaro
9.      Minahasa Tenggara
10.  Bolaang Mongondow Selatan
11.  Bolaang Mongondow Timur
12.  Kota Manado
13.  Kota Bitung
14.  Kota Tomohon
15.  Kota Kotamobagu
Lolak
Tondano
Tahuna
Melonguane
Amurang
Airmadidi
Boroko
Ondong Siau
Ratahan
Bolang Uki
Tutuyan
Manado
Bitung
Tomohon
Kotamobagu

12
21
15
19
17
11
6
10
12
5
5
9
8
5
4
152
239
167
153
156
126
91
84
144
65
51
87
69
44
33
Jumlah

159
1.661
Sumber : Badan Pusat Statistik


Penduduk Sulawesi Utara berdasarkan Proyeksi tahun 2011 berjumlah 2.296.666 Jiwa sebagaimana yang terlihat pada tabel 3 di bawah ini:
Tabel 3
Jumlah Penduduk Provinsi Sulawesi Utara
Kabupaten /Kota
2011
1.      Bolaang Mongondow
2.      Minahasa
3.      Kabupaten Sangihe
4.      Kepulauan Talaud
5.      Minahasa Selatan
6.      Minahasa Utara
7.      Bolaang Mongondow Utara
8.      Kepulauan Sitaro
9.      Minahasa Tenggara
10.  Bolaang Mongondow Selatan
11.  Bolaang Mongondow Timur
12.  Kota Manado
13.  Kota Bitung
14.  Kota Tomohon
15.  Kota Kotamobagu
215.904
313.892
127.520
  84.378
197.755
191.036
  71.564
  64.516
101.575
  57.648
  64.370
415.114
189.920
  92.583
108.891

Jumlah
2.296.666
Sumber : Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara Dalam Angka 2012
  1. Kondisi kehidupan Keagamaan
Sulawesi Utara dengan populasi 2.296.666 jiwa berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2011,[30] dihuni beragam suku di antaranya Minahasa (30%), Sangir (19,8%), Mongondow (11,3 %), Gorontalo (7,4%), Tionghoa (3%). Potensi Sumber daya alam, panorama yang indah, beragam budaya dan adat istiadat, suku dan agama, masyarakatnya yang ramah dan senantiasa hidup rukun dan damai adalah anugerah terindah yang telah diberikan Tuhan Sang Pencipta.[31]
Kehidupan beragama yang damai dan harmonis sangat di dambakan oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan tempat-tempat peribadatan seperti Masjid, Gereja, Pura, Vihara dan yang lainnya yang terus bertambah di sekitar pemukiman warga. Tempat peribadatan umat Islam di Sulawesi Utara yaitu Masjid pada tahun 2011 berjumlah 1.084 unit. Tempat peribadatan umat Kristiani, Hindu, Budha dan tempat ibadah lainnya  masing-masing berjumlah 4.543 gereja Kresten 342 gereja Katolik, 43 Pura 31 Vihara dan 6 lainnya.[32]
Kehidupan Keagamaan di Sulawesi Utara  sangatlah baik. Toleransi dan Kerukunan berjalan alamiah antar masyarakat maupun antar umat beragama. Sejarah mencatat ketika zaman kolonial Belanda, Kyai Mojo dan pengikutnya dibuang ke tanah Minahasa Sulawesi Utara, masyarakat setempat begitu welcome memberikan tanah adatnya dan hidup berdampingan ratusan tahun dengan rukun dan damai. Demikian pula KH Imam Bonjol, pahlawan nasional yang dibuang dari Sumatera dan akhirnya meninggal dan dimakamkan di daerah Lotta, Minahasa. Di Manado, kampung Arab (sekarang kelurahan Istiqlal) bersebelahan jalan dengan kampung cina (Calaca-Pinaseaan) masyarakatnya hidup berdampingan tanpa gesekan yang berarti selama ratusan tahun. Orang Tionghoa ada yang tinggal di kampung Arab, sebaliknya orang Arab membuka usaha di kampung Cina. Uniknya ada pula kampung yang bernamakan daerah misalnya kampung Tomohon, kampung Jawa, Kampung Kakas, Kampung Langowan, Kampung Bugis, dan sebagainya. Beragam suku tinggal bersama diantaranya Gorontalo, Sangihe, Tionghoa, Minahasa. Mereka hidup berdampingan saling membantu, toleran dan rukun.
Pada bulan Juli 1977 Dilaksanakan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Nasional ke X di Manado dan pada Juli 1980 di kota Tomohon dan di Manado diselenggarakam Sidang Raya Dewan Gereja-geraja se Indonesia (Sidang Raya ke XI). Kedua kegiatan berskala nasional  ini diselenggarakan dengan sukses karena didukung seluruh masyarakat Sulut dalam situasi yang mengedepankan toleransi, rukun, dan damai. Saat ini di Sulawesi Utara banyak digelar event keagamaan tingkat nasional dan internasiaonal yang didukung dan ditopang masyarakat maupun tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Sesungguhnya toleransi dan kerukunan Agama di Sulawesi Utara bukan tanpa ujian. Pada 14 Maret 1970 terjadi peristiwa pembakaran Klenteng Ban Hing Kiong Manado. Konflik antar agama bermula dari persoalan sepele yakni dialog seorang Tionghoa majikan toko dengan pekerjanya yang muslim. Dialog yang bermaksud candaan akhirnya menjadi gerakan massa karena isi dialog jadi bahan gunjingan di masyarakat. Konflik hampir meluas saat itu karena adanya pelemparan batu ke gedung gereja Sentrum Manado.
Di saat ini kewaspadaan tentu harus terjaga. Beberapa peristiwa dapat dijadikan contoh bahwa menjaga toleransi dan kerukunan bukanlah hal mudah. Teror bom yang menimpa gedung konsulat Philipina, teror bom di KFC Manado, dan teror bom di gedung Sinode GMIM di Tomohon. Peristiwa Hari raya Idul Adha 2012 yang menjadi heboh karena miskomunikasi penggunaan lapangan Tikala untuk shalat Id oleh Panitia Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) Sulut dan bersamaan diselenggarakannya Kebaktian Kebanguna Rohani oleh pemuda GMIM. Begitu juga kasus “makanan halal” di pemkot Manado yang membuat heboh dan dimuat di beberapa media massa lokal, adalah beberapa contoh diantaranya.  Namun dengan jalan dialog dan toleransi yang terjalin kejadian ini tidak menjadi akar konflik baru di samping itu dibutuhkan  sikap arif pemerintah serta peran tokoh agama.[33]
B. FKUB Provinsi Sulawesi Utara
1. Proses Pembentukan dan Profil FKUB
Sulut 11 tahun lebih dahulu membentuk wadah yang menyatukan para tokoh agama ini dibandingkan Pemerintah Nasional yaitu BKSAUA yang terbentuk berdasarkan SK Gubernur KDH Tingkat I Sulut No. 91/KPTS/1969 tanggal 25 Januari 1969. Perkembangan selanjutnya, berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 & 9 Tahun 2006, dibentuklah FKUB. Onibala melanjutkan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama di Sulut sangat diakui tidak dapat dilepaskan dari peran sinergis umat beragama yang ditopang oleh kearifan lokal dengan filosofi Torang Samua Basudara, kata Onibala sambil menambahkan, "kerukunan yang tercipta adalah buah kerja keras segenap komponen yang ada".[34]
 Pada 27 September 2007 dengan diadakan pertemuan antara para tokoh agama dan pemimpin majelis keagamaan serta pengurus BKSAUA Sulawesi Utara untuk membentuk Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagaimana amanat PBM No 9 dan No 8 Tahun 2006. Walaupun FKUB telah banyak dibentuk di berbagai daerah di Indonesia, Sulawesi Utara agak terlambat karena menghormati eksistensi BKSAUA. Pada pertemuan tersebut, disampaikan pesan Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang agar organisasi BKSAUA tetap ada sebagai kearifan lokal walaupun nantinya FKUB telah terbentuk dan dapat dipandang sebagai kearifan nasional.
Semua tokoh agama bersepakat agar nantinya organisasi atau lembaga yang ada di Sulawesi Utara adalah BKSAUA dan FKUB. Oleh peserta pertemuan dipilihlah formatur pembentuk FKUB Sulawesi Utara saat itu yakni KH Fauzi Nurani (Alm) (Islam), Moudy Rondonuwu (Kristen), Emmy Senewe (Katolik), Suryono (Hindu), dan uniknya perwakilan Buddha memilih Pendeta Niko Gara mewakili Buddha serta Sofyan Jimmy Yosadi sebagai perwakilan Konghucu. Juga masuk dalam formatur Halil Domu, Kakanwil Kemenag Sulawesi Utara, saat itu, dan F Wagey, Kaban Kesbang Sulawesi Utara saat itu. Dengan alasan senioritas, jabatan salah satu ketua mewakili Konghucu yang ditawarkan peserta pertemuan tokoh agama saat itu, langsung ditolak oleh Yosadi dan menunjuk WS Hanny Kilapong, orang yang dihormatinya. Yosadi sendiri diangkat menjadi anggota pengurus FKUB Sulawesi Utara. Pada tanggal 1 April 2008 untuk pertama kalinya pengurus FKUB dilantik Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang.[35]
Pada 3 Januari 2011 diadakan Musda FKUB Sulawesi Utara dan berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Utara No 94 Tahun 2011 tentang Penetapan Pengurus FKUB Sulawesi Utara, dilantiklah pengurus FKUB Sulawesi Utara periode kedua pada 7 April 2011 di ruang Mapaluse kantor Gubernur Sulawesi Utara. Pelantikan yang dilaksanakan Gubernur SH Sarundajang dilanjutkan dengan dialog antara gubernur dengan para tokoh agama. Yosadi yang dilantik bersama-sama pengurus lainnya terpilih menjadi salah satu wakil ketua dari unsur Konghucu, menggantikan XS Hanny Kilapong yang meninggal dunia.[36]
Adapun susunan pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Utara periode 2011 sampai dengan 2016 sebagai berikut:
Struktur Kepengurusan FKUB 2011-2016
Lampiran
:
Keputusan Gubernur Sulawesi Utara
Nomor
:
94 Tahun 2011
Tanggal
:
4 April 2011
Tentang
:
PENETAPAN PENGURUS FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB) PROVINSI SULAWESI UTARA PERIODE 2011-2016
 
SUSUNAN PENGURUS
FORUM KERUKUNAN UMAT BERAGAMA (FKUB)
PROVINSI SULAWESI UTARA PERIODE 2011-2016

Dewan Penasehat
Ketua
:
Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Utara
Wakil Ketua
:
Kepala Kantor Kementrian Agama Wilayah Sulawesi Utara
Sekretaris
:
Kepala Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Provinsi Sulawesi Utara
Anggota
:
1.      Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara
2.      Unsur Polda Sulawesi Utara
3.      Bimkomsos Sister Korem 131 Santiago
4.      Kasi Sospol Ada As. Intel Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara
5.      Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Utara
6.      Pdt. A.T. Liow
7.      Dr. Taufik Pasiak, M.Kes.
8.      Jhon Tangkowit
9.      Pdt. J.R. Sumakul
10.  Ir. M. Rondonuwu, MT.
Pengurus
I
Ketua
:
Pdt. Dr. Nico Gara
II
Wakil Ketua I
:
Gbl T. Batasina, S.Th

Wakil Ketua II
:
P. Christian Santie, M.Sc

Wakil Ketua III
:
Drs. KH. Rizali M. Noor

Wakil Ketua IV
:
Drs. IBP. Wedha Manuaba

Wakil Ketua V
:
Honny Lionardhy, SE, Ak

Wakil Ketua VI
:
Sofian Yosadi, SH
III
Sekretaris
:
Drs. Amin Lasena, MAP

Sekretaris I
:
Franky Mocodompis, S.Sos

Sekretaris II
:
Drs. Tenni Asa
IV
Anggota
:
1.      Pdt. Arthur R Rumengan, M.Teol
2.      Pdt. J. Pangalila
3.      Drs. Philep Morse Regar, MS
4.      Pdt. Stephen Berny Salainti
5.      Tamzil H. Permata
6.       Putu Tunas, B.Sc
7.      Drs. Anwar Sandiah
8.      Ferry Onibala, SE
9.      Ir. Emmy Senewe
10.  Anitje Labang, S.Pd
11.  Ps. Marcel Lintong
V
Sekretariat
:
1.      Kepala Sub Bagian HUKMAS dan KUB KANWIL Kementrian Agama Sulawesi Utara
2.      Kepala Bagian Fasilitas Sosial dan Keagamaan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Utara
3.      Jeanne M. Bawini, S.Sos
4.      Rachmat Lole, SH







GUBERNUR SULAWESI UTARA

ttd

S.H SARUNDAJANG







        Pada tanggal 8 Oktober 2013, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulut mengadakan rapat istimewa yang bertempat di Hotel Lion Manado, di mana pada rapat ini membahas berbagai program FKUB, dan juga sekaligus mengenalkan kasubag Hukum dan KUB yang baru Jansje Aaltje Henny Rumondor, S.Th, di mana sebelumnya dijabat oleh Evangeline M. C. Sepang, S.PAK, Msi. Hadir pada kegiatan ini Kakanwil Kemenag Sulut H. Sya’ban Mauluddin M.Pd.I, Ketua FKUB Sulut DR. Nico Gara, dan pengurus FKUB Prov. Sulut.[37]
        Sepang yang saat ini telah menjabat sebagai Kepala Kantor Kemenag Kota Tomohon dalam sambutanya menyampaikan kesan selama di FKUB Sulut.[38] dan mengucapkan terima kasih karena telah memberikan  kepercayaan, kebersamaan yang terjalin dengan baik antar pengurus FKUB yang telah terjalin selama tiga tahun lebih, mohon maaf atas kekurangan, semoga kebersamaan dapat terus terjalin dengan baik. Sementara dalam sambutan Mauluddin, ia menyampaikan  agar ke depan FKUB dapat terus meningkatkan  program FKUB semakin baik dalam merajut Kerukunan Umat Beragama yang ada di sulawesi utara.

2. Pelaksanaan Peran FKUB
Peran utama FKUB sebagai mediator, fasilitator dan komunikator pada masyarakat umat beragama di Sulawesi Utara khususnya kota Manado guna memelihara kerukunan antar umat beragama agar dapat tercipta hubungan yang harmonis, dinamis dan humanis. Tugas Forum Komunikasi Umat Beragama sebagaimana yang dimanatkan   pada peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.9 dan 8 Tahun 2006 tentang pedoman  pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam memelihara Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama Dan Pendirian Rumah Ibadat.” Maka ada beberapa hal penting yang menjadi tugas dan fungsi lembaga Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di setiap wilayah provinsi dan kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia.
Tugas-tugas tersebut tertuang dalam pasal 8 dan pasal 9 yang berbunyi:
Pasal 8
(1)   FKUB dibentuk di provinsi dan kabupaten/kota.
(2)   Pembentukan FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
(3)   FKUB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hubungan yang bersifat konsultatif.
Pasal 9
(1)   FKUB provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
a.       melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b.      menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c.       menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan gubernur; dan
d.      melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama            dan pemberdayaan masyarakat.
(2)   FKUB kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) mempunyai tugas:
a.       melakukan dialog dengan pemuka agama dan tokoh masyarakat;
b.      menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat;
c.       menyalurkan aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi sebagai bahan kebijakan bupati/walikota;
d.      melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan kebijakan di bidang keagamaan yang berkaitan dengan kerukunan umat beragama dan pemberdayaan masyarakat; dan
e.       memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadat.[39]
a.         Pelaksanaan Dialog
Sampai saat ini sejak FKUB Provinsi Sulawesi Utara  terbentuk pada September 2007 dan di lantik Desember 2007 Kemudian melanjutkan lagi pade periode ke dua 2011- 2016.[40]  secara formal sebagai sebuah kegiatan yang diprakarsai oleh FKUB untuk melakukan dialog didekati dari kebutuhan dan masalah yang muncul bagi kepentingan masyarakat. Karena itu dialog sendiri menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah dan ada pula melalui langsung melalui ke Gubernur.Sulawesi Utara dengan kota Manado menjadi salah satu barometer kerukunan umat beragama di Indonesia karena segala persoalan kegamaan didekati secara kekeluargaan yang dibingkai dengan Birokratis dan demokratis.
Dari informasi di atas dapat dipahami bahawa semangat keberagamaan di Sulawesi Utara menjadi budaya dan kultur yang kuat dalam membangun solidaritas yang saling menyapa antara satu dengan yang lainnya.Hal ini ditunjukan dalam budaya starata sosial semuanya berbau “TUA”, Pinan-Tua, Pai-Tua, Mai-Tua dan tua-tua lainnya. Dalam hidup ada orang lama dan ada orang tua, orang lama adalah hidupnya dan usianya sudah lama namun secara budaya dan kultural belum memilki konstribusi yang bermakana dalam hidup, masih mabuk-mabukan dan berleha-leha dalam hidup. Sedangkan orang tua adalah  orang yang memiliki pandangan dan pemikiran yang bermakna sehingga dapat menjadi sumbangsi dalam kemajuan bangsa dan negara. Terkhusus yang duduk dibirokrasi sangat dihormati karena konstribusinya sangat dibutuhkan dalam kemajuan budaya dan peradaban kota Manado di sulawesi Utara. Untuk mengubah suasana daerah pada prinsipnya menduduki  birokrasi bila tidak, maka sesuatu yang diimpikan tersebut yang tidak mungkin terwujud. 
Sebagai bukti budaya dan kultur kekeluargaan tersebut, pemuka agama dan tokoh masyarakat  melakukan dialog-dialog non formal atau dialog pada kesempatan dimana anggota FKUB diundang dalam kegiatan kerukunan yang diadakan oleh Kanwil Departemen Agama dalam hal ini Humas dan KUB, Kesbang dan Linmas maupun dari Biro Sosial Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan atau pada kesempatan dimana anggota FKUB diundang oleh FKUB-FKUB Kabupaten/Kota pada acara-acara pelantikan oleh pemerintah Kabupaten/Kota setempat.
Diantara dialog-dialog yang telah dilakukan adalah :
1.         Persoalan Syi’ah namun diselesaikan di MUI
2.         Kunjungan tamu-tamu dari luar dalam rangka dialog untuk mengkomunikasikan keberadaan FKUB di SULUT yang santun dan damai. Diantara kunjungan tersebut adalah  pengurus FKUB Sumatera Barat, Payakumbuh, Kalimantan, Pontianak, Para peneliti dari Kemenag Pusat Jakarta bahkan tamu dari luar negeri.
3.         Tahun 2009 persoalan teroris yang dianggap berasal dari syariat Islam, sehingga umat Islam di Manado dibenci bahkan Gubernur dan  Pasukan Brigadir Manguni juga tidak simpatik pada Islam, namun ketika dijelaskan di Gubernur tepatnya di ruang Mapalus tempat dialog dilakukan baru mengerti bahwa Islam tidak dapat dipisahkan dengan Syariat kerena merupakan metode untuk melakukan ibadah dari berbagai aspek. Dan Syariat Islam merupakan jalan menuju Tuhan. Adapun Teroris Bukan didasarkan Syariat Islam namun didasarkan dengan nafsu, sentimen dan kebencian belaka. Islam dan Syariat tidak pernah mengajarkan mengenai bom untuk membunuh orang lain.
4.         Tahun 2011: 1). Dialog seputar persoalan  orang kristen ”Gereja Setan” semuanya direkomendasikan ke gubernur yang akhirnya membawa kesepakan untuk tidak dibesar-besarkan. 2).  Peristiwa Tondano antara Islam dan Kristen seputar sara, anak mabuk-mabukan yang memprovokasi Islam akan diserang orang kristen. 3). Bolaang Mongondow, anak muda mabuk-mabukan juga peristiwa sara, 4). Sangir Talaud, tepatnya Tahuna ”Islam Tua” Semunya dapat dikomunikasikan dengan baik. 5). Dumoga ada warga lagi membangun rumah namun dekat gereja Bas mendapat BOM masa jepang namun diissukan oleh media bahwa ditemukan bom di sekitar Gereja dan akan mengganggu ibadah natal.
5.         Tahun 2012 ada masalah Paham Ahmadiyah dan itu dikomunikasikan dengan FKUB di Hotel Sahid Kawanua dan itu diselesaikan secara keumatan. Artinya Ahmadiyah adalah bagian dari Islam, hanya isu-isulah yang menyesatkan. Islam sadar betul namanya paham variatif yang terpenting tidak menyesatkan dan mengganggu ketentraman umat beragama.
6.         Dialog melalui Media elektronik Radio FM. Tumohon, “komunitas damai” ternyata membawa komunitas masyarakat  lebih mengerti dan memahami Islam dan membawa nilai tersendiri dari kebersamaan dari berbagai agama.[41]

b.      Penampungan Aspirasi
Menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat merupakan salah satu tugas FKUB baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Proses menampung aspirasi ormas keagamaan dan aspirasi masyarakat dilakukan  oleh FKUB melalui acara dialog-dialog atau sosialisasi PBM atau kunjungan ke beberapa FKUB Kabupaten/kota yang dilaksanakan oleh FKUB Provinsi. Dalam acara dialog tersebut masyarakat mengemukakan berbagai permasalahannya baik sebagai aspirasi sendiri maupun aspirasi kelompoknya. Materi aspirasi ormas keagamaan dan masyarakat di sampaikan atau dititipkan kepada majelis agama yang masuk dalam struktur kepengurusan FKUB di Provinsi Sulawesi Utara. Aspirasi yang disampaikan biasanya menyangkut masalah sosial keagamaan seperti dialog-dialog yang telah dijelaskan di atas. berkaitan dengan permasalahan pendirian rumah ibadat. Terdapat beberapa mesjid yang belum dapat izin seperti STAIN, Bitung, Minut, Al-Kadir di Singkil, dan lain-lain karena belum buat laporannya.[42]

c.       Penyaluran Aspirasi
Tugas dan fungsi dari Forum Kerukunan Umat Beragama adalah selain menjadi penampung aspirasi masyarakat juga berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Apa yang terjadi di salah satu kabupaten/kota di Sulawesi Utara, yakni terjadinya tawuran Tarkam (Tawuran Antar Kampung) antara Desa Ibolian I dan Desa Tonom, Kecamatan Dumoga Barat, beberapa waktu yang lalu juga menjadi salah satu gambaran bahwa betapa fungsi dan peran dari FKUB itu sangat dibutuhkan. Ketua BPS (Badan Pekerja Sinode) GMIBM (Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow) Pdt Christin Raintama Pangulimang STh misalnya, mengaku pihaknya sudah mengeluarkan edaran kepada para Ketua Badan Pekerja Majelis Jemaat (Desa) dan Ketua Badan Pekerja Wilayah (Kecamatan) di wilayah Dumoga Raya (Dumoga Barat, Dumoga Utara dan Dumoga Timur), lebih khusus wilayah yang bertikai itu untuk mengeluarkan edaran seruan perdamaian. Menurut dia, semua pihak harus dapat menahan diri dan sepenuhnya diserahkan ke pihak aparat TNI/Polri.
Apalagi menurut, Pendeta Raintama-Pangulimang, aparat Kepolisian dalam menjalankan tugas selalu mengacu kepada peraturan dan Perundang-Undangan yang berlaku. “Jadi, sekali lagi masyarakat yang berada di Dumoga Raya untuk dapat menahan diri, mari serahkanlah ke pihak berwajib,” pesannya. Hal senada dikemukakan Ketua Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB) Bolmong Hi. Subekti Ali mengatakan, semua pihak untuk dapat menahan diri dari situasi yang memanas di Dumoga Raya, terutama kedua pihak yang bertikai. “Jangan mudah terpancing karena daerah kita ini merupakan daerah yang penuh dengan semangat kebersamaan dan kekeluargaan, serahkanlah kepada pihak yang berwajib,” Ia menambahkan, sebagai umat beragama dan hidup bermasyarakat, tentunya semuanya bersaudara. Boleh dibilang, saudara, sekandung dan seagama.[43]
“Kita semua harus menghindari berbagai gesekan-gesekan, terutama gesekan yang memicu konflik antar masyarakat, sama-sama mencari solusi dan bergandengan tangan hidup rukun dan damai,” ajak Subekti yang juga Kepala Kantor Kementrian Agama Bolmong itu.[44] Sementara itu, Bupati Bolmong Hi. Salihi B Mokodongan kembali mengajak masyarakat yang bertikai dan umumnya Dumoga Raya untuk terus menjaga persaudaraan dan kebersamaan. Apalagi, ada pesan leluhur dengan motto leluhur, mototompiaan, mototabian bo mototanoban (saling memperbaiki, saling sayang menyayangi, dan saling ingat mengingatkan). “Bukan saling bertikai yang justru merusak tatanan kehidupan,” pesan Mokodongan.[45] Kerja sama antar berbagai pihak sebut dapat memberi dampak pada terciptanya perdamaian di daerah konflik yang terjadi. Apa yang dilakukan pihak gereja, FKUB dan pemerintah telah menciptakan rasa aman dan tenteram dalam masyarakat.
Ketika maraknya demonstrasi berkaitan dengan film Innocence of Moslem, yang menghina nabi Muhammad, maka Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulawesi Utara mengeluarkan lima seruan moral. Ketua FKBU Sulawesi Utara – Pdt. DR. Nico Gara, MA menyatakan, bahwa FKBU Sulawesi Utara mengecam keras pembuatan film Innocence of Moslem sebab telah menyinggung hal yang sensitif baik bagi umat Islam maupun umat beragama pada umumnya dan merupakan kejahatan terhadap hak asasi manusia.
FKBU Sulawesi Utara mendesak kepada pihak berwenang untuk mengambil tindakan tegas terhadap kejahatan atas hak asasi manusia tersebut. Maka FKUB Sulawesi Utara menyatakan solidaritas bersama seluruh umat Islam. Namun diharapkan agar umat Islam menanggapi situasi ini dengan kepala dingin agar tidak sampai menimbulkan tindakan kontra produktif. Di bawah ini adalah pernyataan FKUB Sulawesi Utara sebagai berikut:
a.       Mengecam keras pembuatan film yang menghina Nabi Muhamad.
b.      Perbuatan itu telah menyinggung hal yang sensitif, baik bagi umat Islam maupun umat beragama pada umumnya,  dan merupakan kejahatan terhadap hak asasi manusia (HAM).
c.       Mendesak kepada pihak berwewenang untuk mengambil tindakan tegas terhadap kejahatan atas HAM tersebut.
d.      Kami memahami betapa terlukanya hati umat Islam. Karena itu kami menyatakan solidaritas kami bersama umat Islam.
e.       Kami berharap umat Islam akan menanggapi situasi ini dengan kepala dingin, agar tidak sampai menimbulkan tindakan yang kontra produktif.[46]
Peristiwa tersebut kembali menguji peran dan fungsi sebuah ormas yang diberi tugas dan fungsi sebagai perekat dalam masyarakat dalam rangka menghindari dan menghilangkan konflik dalam masyarakat. Khususnya masyarakat Sulawesi Utara.
Dari tugas pokok dari FKUB tersebut di atas, merupakan kebutuhan masyarakat luas yang ingin mencapai kedamaian dan ketentraman. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua FKUB, Dr. Niko Gara, MA.[47] bahwa peran Forum digambarkan sebagai pemadam kebakaran; meredam ketegangan bila ada dalam masyarakat kemudian di komunikasikan dengan baik sesui dengan prinsip kota manado baku baik-baik, baku inga’-inga’ dan baku sayang-sayang. FKUB sebagai perawat hati yang luka (pasca konflik) dan memberdayakan masyarakat agar dapat memahami pemicu konflik dan kemiskinan dan menjadi mediator antara masyarakat dan pemerintah sehingga terbangun kominikasi yang intens dan dapat maciptakan iklim kedamaian dan pengertian.
Sebagai organisasi perekat umat beragama yang berbasis pada pemuliaan nilai-nilai keagamaan, FKUB memilki peran yang strategis dalam berperan dan  membangun daerah masing-masing ditengah krisis multidimensional yang tengah terjadi. Disadari bahwa krisis multidimensional telah membawa dampak  yang bersifat multidimensional pula. Contoh kongkritnya adalah, krisis kepercayaan, telah membawa pada dampak moral ekonomi, politik dan sosial yang ujung-ujungnya membawa stress, prustasi dan taruma sosial. Hal tersebut cenderung merusak dan merugikan  pada sebuah negara yang tumbuh dan berkembang.
Fenomena ini secara psikologis dan sosiologis berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sosial di kalangan umat beragama. Terjadinya konflik sosial, meningkatnya angka bunuh diri, perceraian, merajalelanya korupsi merupakan persoalan serius yang harus dicarikan solusinya. Peran tokoh agama dan masyarakat yang diharapkan dapat memberikan pencerdasan spiritual menjadi sangat penting.
            Untuk itu ada dua peran yang paralel yang dapat dilakukan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama :
Forum hendaknya dapat menjadi mediator penghubung di Internal umat masing-masing. Artinya, masing-masing agama secara vertical memiliki keyakinan, cara, etika, susila yang dimiliki dan bersifat hakiki. Hal ini merupakan pembeda antara agama yang satu dengan yang lainnya yang harus dihormati.[48] Oleh karena itu FKUB melalui perwakilan di masing-masing agama harus dapat mengkomunikasikan nilai-nilai keutuhan dan kerukunan di internal umat, dan menjaga aspek sakralisasi pelaksanaan tradisi keberagamaan masing-masing dengan tetap berpegang pada kaidah agama.
Secara horizontal, disamping dinternal, maka dalam perspektif sosiologi agama, hubungan yang bersifat sosial dengan umat beragama lainnya perlu dijaga dan dikembangkan.
Dalam konteks inilah FKUB dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai : Wahana komunikasi, interaksi antara satu dengan yang lainnya dalam memberikan informasi terhadap tafsir agama masing-masing, sehingga tercipta suasana saling memahami dan saling menghormati;
Sebagai wahana mediasi setiap persoalan yang mengarah pada terjadinya konflik baik yang bersifat laten maupun manifest;
Sebagai media harmonisasi hubungan satu dengan yang lain dalam mengkomunikasikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan keagamaan;
Melakukan sosialisasi kepada masing-masing umat beragama agar dalam kehidupan sosial tidak bersifat eksklusif sehingga dapat terbangun kohesi sosial dikalangan umat beragama;
Membantu pemerintah daerah dalam menyukseskan program-program pembangunan; Bersama-sama pemerintah dan aparat kemanan ikut menjaga iklim sosial dan politik yang kondusif; Dan tentunya banyak hal lagi yang dapat dikerjakan dengan selalu bersinergi dengan kekuatan-kekuatan sosial secara luas.
Di setiap organisasi selalu akan diperhadapkan dengan realitas yang beragam, realitas tersebut boleh jadi merupakan pendukung agar seluruh harapan dan tujuan terselenggara dan tercapai dengan baik. Namun tidak sedikit pula menjadi batu hambatan bagi terselenggaranya seluruh apa yang telah direncanakan. Demikian halnya dengan seluruh harapan dan tujuan dari dibentuknya FKUB Provinsi Sulawesi Utara.
Di usia yang terbilang masih muda dibandingkan dengan FKUB di daerah lain. FKUB Sulawesi Utara menghadapi tantangan yang sama dengan FKUB lainnya. Walaupun wilayah kerjanya dikenal sebagai wilayah yang sangat multikultural di wilayah Indonesia. di mana berbagai macam etnis hidup berdampingan secara damai namun tetap memiliki potensi konflik yang sama dengan wilayah lainnya.
Oleh kerena itu, kerukunan umat beragama di Sulawesi Utara merupakan nilai hakiki dan harga  yang tidak dapat ditawar-tawar lagi yang menjadi pondasi dan tujuan dalam hidup (whay of Life) bagi umat beragama. Hal tersebut di ungkapkan oleh Wagub Djouhari Kansil bahwa,[49] predikat Sulut sebagai daerah teraman di Indonesia dan tidak mudah disulut, karena kondusifnya keamanan dan ketertiban masyarakat dan kerukunan umat beragama.  
            Terciptanya iklim perdamaian dan ketentraman pada masyarakat Sulawesi Utara karena adanya toleransi antara umat beragama, masyarakat dan pemerintah. Toleransi dapat terwujud bila kita dapat memahami dan mengerti perbedaan tersebut dan diyakini bahwa perbedaan tersebut yang dapat memperkaya dan memperluas wawasan cakrawala berfikir umat beragama.
Salah satu penghambat yang dialami oleh FKUB adalah posisi pemerintah yang terlibat di dalam struktur kepengurusan bukanlah penentu kebijakan puncak dari sistem pemerintah daerah yakni gubernur dan bupati/walikota. Karena yang terlibat secara langsung dalam FKUB hanyalah perpanjangan tangan dari pemerintah, sekretaris daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Jadi ketika dibutuhkan, sistem koordinasi tersebut masih terlalu panjang. Karena sekretaris daerah haruslah menghubungi kepala pemerintahan di wilayahnya.



d.        Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan
Salah satu kegiatan Forum Kerukunan Antara Umat Beragama (FKUB) dan Pemerintah Kota Manado, yakni mensosialisasikan peraturan bersama Menteri Agama-Menteri Dalam Negeri (Menag-Mendagri) nomor 9 dan nomor 8 Tahun2006, kepada kepala lingkungan pada tanggal 22 Maret 2013.
Wakil Walikota Mando, Dr. Harley AB Mangindaan SE, MSM, yang juga merupakan Dewan Penasehat FKUB Kota Manado, mengatakan bahwa Manado merupakan kota yang heterogen tetapi tetap aman sampai sekarang.  Lebih lanjut dikatakannya, kerukunan dan toleransi antar umat beragama di Manado harus tetap terjaga, dan itu merupakan salah satu tanggungjawab FKUB dan pemerintah, serta kepala lingkungan sebagai ujung tombak. “Harapan saya agar para kepala lingkungan bisa melakukan tugas dengan baik, dalam urusan kerukunan antar umat beragama tetap terjaga.”[50]
Hal senada juga disampaikan Ketua FKUB Manado Pdt. DR. HWB Sumakul. Menurutnya, kerukunan antar umat beragama akan membuat suatu kota diberkati oleh Tuhan. "Akan banyak berkat dan rezeki yang Tuhan berikan, jika suatu daerah aman," kata Sumakul, yang turut diaminkan seluruh undangan.
Pada tanggal 7 Juli 2013, wakil gubernur Sulawesi Utara Kansil membuka Rapat Kerja Daerah (Rakerda) FKUB Sulawesi Utara 2013 yang berlangsung dari tanggal 7 s/d 8 Juli 2013 di Hotel Aryaduta Manado. Ia mengharapkan, adanya kerjasama dari para tokoh agama yang tergabung dalam FKUB dapat membantu mensosialisasikan dampak negatif HIV/AIDS kepada masyarakat.
“Saya sendiri berkeinginan agar kehadiran FKUB dapat pula menjadi media yang efektif guna membantu program pemerintah daerah meminimalkan penyebaran virus dan penyakit yang belum memiliki obatnya itu,” katanya. Keberadaan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) ini diharapkannya membantu peningkatan kualitas pengetahuan rohani generasi muda Sulawesi Utara dalam memerangi HIV/AIDS.
“Karena dari sisi agama, kita berkewajiban bagaimana harus memberi buah-buah yang baik kepada anak-anak kita, agar kelak nanti mereka itu akan menjadi generasi muda yang memiliki masa depan yang cerah,” ujar Kansil.
Di lain pihak, ketua FKUB Sulawesi Utara Pdt. DR Nico Gara mengatakan, anjuran wakil gubernur tersebut akan tetap menjadi bagian dari program kerja FKUB. “Pencegahan atas penyebaran HIV/AIDS juga dipandang FKUB sebagai salah satu hal yang baik dilakukan, karena demi mencegah aksi negatif yang juga ditentang banyak agama,” kata Gara.
Rakerda FKUB Sulut 2013 juga membicarakan sejumlah persoalan lain, yang intinya untuk tetap menjaga upaya-upaya mempertahankan kerukunan dan komunikasi antar semua pemeluk agama di Sulawesi Utara. FKUB berharapan, keberadaan organisasi itu dapat mempererat persaudaraan di Sulawesi Utara, yang juga terdiri atas beraneka ragam latar belakang hidup.[51]

e.         Pemberdayaan Masyarakat
Dalam Menunjang serta memperkuat tali persaudaraan yang sudah sekian lama kita jaga di daerah Nyiur melambai ini, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara (Sulut), berupaya membentuk serta melahirkan organisasi yang meminimalisir bertambahnya penduduk Sulawesi Utara.
Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dan Forum Komunikasi Antar Umat Beragama (FKUB), Provinsi Sulawesi Utara, baru-baru ini telah melahirkan serta membentuk Organisasi keagamaan, yaitu  Forum Komunikasi Antar Umat Beragama Peduli Keluarga Sejahtera Dan Kependudukan (FAKSEDU), yang diketuai Pdt. Nico Gara MA, Sekretaris Drs Tedy Assa, Bendahara Pdt. Sintia Sepang MSi, serta dilengkapi dua Divisi Pemberdayaan dan Kemitraan yaitu Pdt. Teddy Batasina STh dan KH. Rizaly M Nur.[52]
Gubernur Sulawesi Utara, DR. Sinyo Harry Sarundajang, mengatakan pembentukan FAKSEDU adalah merupakan upaya pemerintah dalam bekerja sama dengan pihak BKKBN maupun FKUB, sangatlah penting, dalam rangka pengendalian penduduk Sulawesi Utara yang mengalami peningkatan sebesar 1,28% per tahun.
Dikatakannya, organisasi ini melibatkan Tokoh Agama mampu meminimalisir kependudukan di daerah Sulawesi Utara, ujar mantan Dirjen OTDA ini. Sementara itu, Nico Gara yang juga ketua FKUB Sulawesi Utara mengatakan, saya dan rekan-rekan yang baru dikukuhkan akan bekerja seoptimal mungkin dan maksimal untuk memperkuat komunikasi antar umat beragama dan memberdayakan dan meminimalisir bertambahnya penduduk di Sulawesi Utara, ujar mantan Ketua Pemuda Sinode GMIM ini.

C.      Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Peran FKUB
Manado menjadi trending topik saat ini dalam hal kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama. Banyak kalangan menilai kota Manado adalah daerah yang paling rukun, nyaman, dan damai se-Indonesia. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terciptanya kota yang nyaman dan damai ini :
1.      Semboyan ”Torang Samua Basaudara” yang artinya kita semua bersaudara sangat melekat dan mendarah daging di masyrakat Manado. Arti persaudaraan sangatlah penting di mana sikap saling mendukung dan membantu serta saling melindungi adalah suatu kewajiban dalam  tali persaudaraan tanpa membeda-bedakan agama yang dianutnya. Hal ini didukung dengan adanya perkawinan campur antar suku, agama, ras, dan budaya yang berbeda menghasilkan nilai positif, menggabungkan perbedaan menjadi satu dalam tali persaudaraan. Semboyan ini merupakan visi dari FKUB Provinsi Sulawesi Utara. Untuk mewujudkan visi ini, maka dirumuskanlah misi FKUB Provinsi Sulawesi Utara dengan :
    1. Mendorong berkembangnya dialog di semua kalangan dalam arti dialog dalam kehidupan sehari-hari, melalui aksi-aksi sosial bersama, antara pemuka-pemuka agama, dialog berupa pelayanan dari satu agama yang melibatkan agama-agama lain.
    2. Memberdayakan masyarakat miskin
    3. Memperkenalkan pada dunia internasional salah satu aset Sulut yaitu kerukunan umat beragama
    4. Menampung aspirasi-aspirasi umat beragama dan masyarakat
e. Menyalurkan aspirasi-aspirasi umat beragama dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi kepada pemerintah
f.     Mensosialisasikan peraturan, kebijakan dan program pemerintah di bidang keagamaan.[53]
  1. Pola/gaya hidup masyarakat Manado umumnya memiliki sifat saling terbuka dalam interaksi sosialnya, hal ini sebagai daya pendukung terciptanya kesatuan dan persatuan hidup bermasyarakat.
3.      Dukungan peran serta pemerintah daerah yang sangat kuat dan intensif dalam hal kerukunan beragama, dengan terbentuknya Badan Kerjasama Antar Umat Beragama (BKSAUA) yang secara aktif mempersatukan pemuka – pemuka  agama untuk saling berkomunikasi dan berkoordinasi sehingga terbentuklah ikatan kekerabatan yang harmonis antar pemuka – pemuka agama yang juga ikut mempengaruhi masing – masing individu masyarakat pemeluk agama tersebut.
4.      Masyarakat Manado sangat mawas diri dari pengaruh – pengaruh buruk    yang sifatnya provokatif dan memecah belah keharmonisan yang telah terjalin selama ini.
5.      Masyarakat Manado juga memiliki sikap Toleransi yang amat tinggi, dengan cara menghormati pemeluk agama lain yang sedang menjalankan ibadahnya serta sikap saling mendukung, bantu – membantu dalam acara – acara besar antar umat beragama tanpa memandang perbedaannya.
Faktor – faktor tersebut melahirkan sikap rukun sehingga terciptanya daerah yang nyaman dan damai antar masyarakat yang multireligi ini. Keadaan inilah manjadi acuan daerah – daerah lain dan negara lain untuk mempelajarinya di kota Manado, sebagai buktinya Kementerian Agama mempercayakan Sulawesi Utara khususnya Kota Manado sebagai tuan rumah Workshop dan Temu Konsultasi Optimalisasi Program Kerja Pusat Kerukunan dan Kanwil Kementrian Agama (Kemenag) Provinsi se-Indonesia “Dalam Upaya Meningkatkan Kerukunan Umat Beragama”.
Oleh karena itu seorang anggota Komisi VIII DPR RI Achmad Rubaie menilai Provinsi Sulawesi Utara layak dijadikan model oleh provinsi lain di Indonesia dalam hal penerapan kerukunan hidup antar umat beragama. Duta Besar Vatikan untuk Indonesia, MGR. Leopoldo Girelli, memuji toleransi umat beragama begitu baik pada saat beliau berada di Kota Manado dengan mengungkapkan perasaannya yang terharu karena selama di Manado, ribuan umat Katolik serta pemimpin sejumlah agama dan pejabat pemerintahan dengan tulus menyambutnya. Pernyataan ini menambah daftar panjang pengakuan yang prestatif untuk kota Manado.[54]
Sebagai bukti konkrit di tengah masyarakat Manado dapat dilihat pada saat  menjelang  Bulan Suci Ramadhan bagi umat muslim seluruh elemen masyarakat non-Muslim bersatu padu memperkuat persatuan dengan menjadi sosok penjaga keamanan dan pada Hari Raya Natal, masyarakat non-Kristen menjadikan posisi sebagai “satpam” sebagai wujud kepedulian begitu juga pada Hari Raya Imlek bagi etnis Tionghoa.
Memang benar terbukti, sikap hidup toleransi umat beragama di Kota Manado sangat layak dijadikan  contoh bagi daerah – daerah dan negara lainnya. ” Rasa nyaman dan damai sangatlah berharga dalam hidup ini agar kita semua bisa menikmati hidup yang sesungguhnya”.[55]
            Sebagai kota yang dijadikan model kerukunan antar umat beragama di Indonesia, maka pada tanggal 21 Maret 2013, provinsi Sulawesi Utara menerima kunjungan kerja dari FKUB Sumatera Barat.  Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) provinsi Sumatera Barat melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Utara untuk bertukar informasi dan mempelajari kerukunan umat berama di daerah itu. Rombongan FKUB terdiri dari sepuluh orang tersebut, dipimpin Kepala Kementerian Agama Sumbar  itu, membawah sejumlah pejabat, antara lain, kejaksanaan tinggi, kesbang, biro bina sosial tersebut diterima Assisten I Pemerintah Provinsi Sulut, Mecky Onibala di ruang Mapalus Kantor Gubernur Sulut, Selasa (19/3).
Pertemuan yang diikuti Ketua FKUB Sulut, DR. Nico Gara, tokoh-tokoh agama serta mewakili pemerintah Sulut itu dilangsungkan dengan dialog yang masing-masing daerah memberikan masukan untuk terciptanya hubungan komunikasi umat beragama yang baik. Assisten I, Mecky Onibala mewakili Gubernur S.H. Sarundajang  pada kesempatan langka itu menjelaskan,  masyarakat Sulut yang majemuk dengan pelbagai perbedaan selalu diikat oleh tali persaudaraan dan selalu mempraktekkan semangat gotong royong yang dikenal dengan Mapalus. Peran Badan Kerjasama Umat Beragama (BKSAUA) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sulut bisa dilihat pada berbagai dialog yang ada dalam rangka membina hubungan yang baik dan harmonis antar umat beragama. “Disamping itu menyambut hari raya Idul Fitri dan Natal, sering dilaksanakan Safari Ramadhan dan Safari Natal yang melibatkan seluruh tokoh agama (toga) dan tokoh masyarakat (tomas),” ungkap Onibala.
Di setiap organisasi selalu akan diperhadapkan dengan realitas yang beragam. Realitas tersebut boleh jadi merupakan pendukung agar seluruh harapan dan tujuan terselenggara dan tercapai dengan baik. Namun tidak sedikit pula menjadi batu hambatan bagi terselenggaranya seluruh apa yang telah direncanakan. Demikian halnya dengan seluruh harapan dan tujuan dari dibentuknya FKUB Provinsi Sulawesi Utara.
FKUB Sulawesi Utara tentunya menghadapi tantangan yang sama dengan FKUB lainnya. Tantangan di Sulawesi Utara lebih kompleks karena wilayah kerjanya dikenal sebagai wilayah yang sangat multikultural di wilayah Indonesia. Meskipun demikian dari berbagai macam etnis hidup berdampingan secara damai namun tetap memiliki potensi konflik yang sama dengan wilayah lainnya.
Salah satu penghambat yang dialami oleh FKUB adalah posisi pemerintah yang terlibat di dalam struktur kepengurusan bukanlah penentu kebijakan puncak dari sistem pemerintah daerah yakni gubernur dan bupati/walikota. Karena yang terlibat secara langsung dalam FKUB hanyalah perpanjangan tangan dari pemerintah, sekretaris daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Jadi ketika dibutuhkan, sistem koordinasi tersebut masih terlalu panjang. Karena sekretaris daerah haruslah menghubungi kepala pemerintahan di wilayahnya. [56] Di lain sisi yang terasa penulis temukan di lapangan, pengurus FKUB keluhkan dari faktor anggaran/dana merasa masih jauh dari cukup bahkan sebagian besar mengharapkan adanya dana sesuai dengan program kerja yang dicanangkan dan kondisi perkembangan umat yang dibutuhkan. Tokoh agama hanya sebagai fasilitator dan keberadaannya tidak maksimal.[57] Meskipun demikian diharapkan pengurus FKUB lebih mengakomodasi dan menggali potensi kultur keberagamaan dan kualitas manusia yang ada sehingga lebih proporsional dan profesional kedepan. 






BAB V
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas, penulis berkesimpulan bahwa:
1.    Peran FKUB, Sulawesi Utara sebagai fasilitator, mediator dan komunikator dari pemerintah :
a.    mendorong berkembangnya dialog di semua kalangan dalam arti dialog dalam kehidupan sehari-hari, melalui aksi-aksi sosial bersama, antara pemuka-pemuka agama, dialog berupa pelayanan dari satu agama yang melibatkan agama-agama lain.
b. Memberdayakan masyarakat miskin
c.  Memperkenalkan pada dunia internasional salah satu aset Sulut yaitu kerukunan umat beragama
d. Menampung aspirasi-aspirasi umat beragama dan masyarakat
e.  Menyalurkan aspirasi-aspirasi umat beragama dan masyarakat dalam bentuk rekomendasi kepada pemerintah
f.   Mensosialisasikan peraturan, kebijakan dan program pemerintah di bidang keagamaan.  
2.     Faktor – faktor yang mendukung pelaksanaan peran FKUB adalah adanya Semboyan ”Torang Samua Basaudara” yang artinya kita semua bersaudara sangat melekat dan mendarah daging di masyarakat Manado. Arti persaudaraan sangatlah penting di mana sikap saling mendukung dan membantu serta saling melindungi adalah suatu kewajiban dalam  tali persaudaraan tanpa membeda-bedakan agama yang dianutnya. Pola/gaya hidup masyarakat Manado umumnya memiliki sifat saling terbuka dalam interaksi sosialnya. Dukungan peran serta pemerintah daerah yang sangat kuat dan intensif, Masyarakat Manado sangat mawas diri dari pengaruh – pengaruh buruk   yang sifatnya provokatif dan memecah belah keharmonisan yang telah terjalin selama ini. Dan masyarakat Manado juga memiliki sikap Toleransi yang amat tinggi, dengan cara menghormati pemeluk agama lain yang sedang menjalankan ibadahnya serta sikap saling mendukung, bantu – membantu dalam acara – acara besar antar umat beragama tanpa memandang perbedaannya.
Sedangkan yang menjadi faktor penghambat pelaksanaan peran FKUB Provinsi Sulawesi Utara adalah adalah struktur kepengurusannya bukan penentu kebijakan puncak dari sistem pemerintah daerah yakni gubernur dan bupati/walikota. Karena yang terlibat secara langsung dalam FKUB hanyalah perpanjangan tangan dari pemerintah, sekretaris daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Jadi ketika dibutuhkan, sistem koordinasi tersebut masih terlalu panjang. Karena sekretaris daerah haruslah menghubungi kepala pemerintahan di wilayahnya. Di lain sisi faktor anggaran/dana merasa masih jauh dari  cukup bahkan sebagian besar mengharapkan adanya dana sesuai dengan program kerja yang dicanangkan dan kondisi perkembangan umat yang dibutuhkan. Kendala yang semakin terasa di lapangan adalah kurang memadainya tenaga riset dan ilmu pluralitas keberagamaan sehingga program FKUB tidak begitu terasa dihati masyarakat luas.
B.       Rekomendasi
Dengan kesimpulan di atas, kajian ini merekomendasikan, bahwa:
1.      Pemerintah Pusat dan Daerah lebih memperhatikan  FKUB serta pemuka-pemuka agama dan tokoh masyarakat secara luas karena FKUB serta elemen-elemennya sebagai wahana penggerak  untuk memberdayakan umat beragama  dan untuk menggali dan mengembangkan  budaya serta kultur guna menjaga kedamaian dan kemajuan kota nyiur melambai.
2.      Perlu kesadaran masing-masing pengurus FKUB untuk bekerjasama  dan bukan kerja sendiri sehingga nampak sinergitas dari Provinsi hingga  kabupaten/ kota sebagaimana diisyaratkan oleh Peraturan Bersama (PBM).
3.      Penting dipertimbangkan untuk menjadi pengurus FKUB, agar kualitas pendidikan dan profesioanal dikedepankan bukan atas pertimbangan keterwakilan sehingga dapat mangakomodir aspirasi masyarakat secara luas  
4.      Untuk anggaran dan fasilitas  perlu diatur secara nasional karena sistem anggaran yang membatasi dapat mengganggu karena membatasi kelancaran tugas/aktivitas dan fungsi FKUB











[1]Anas Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama Tinjauan Kritis, (Jakarta : Perspektif, 2005), h. 1. Hubungan antar umat beragama tidak selalu harmonis dan bersahabat. Hubungan ini kadang-kadang atau sering diwarnai konflik, kebencian, dan permusuhan. Bentuk-bentuk hubungan antar umat beragama baik harmonis maupun konflik -meskipun lebih sering ditimbulkan oleh faktor sosial politik- tidak pernah terlepas dari faktor keagamaan. Lihat Mun'im A. Sirri. (ed), Fiqih Lintas Agama, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 65
                [2] John L. Esposito, Islam The Straight Path, (New York: Oxford University Press, 1988), h. 192
[3]Atho Mudzhar, "Kebijakan Negara dan Pemberdayaan Lembaga dan Pimpinan Agama dalam Rangka Keharmonisan Hubungan antar Umat Beragama" dalam Muhaimin AG (ed), Damai di Dunia Damai Untuk SemuaPerspektif Berbagai Agama, (Jakarta: Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, 2004), h.19
[4]Syamsul Rizal, Konseptualisasi Agama dan Kerukunan: Studi Kebijaksanaan Lokal Terhadap Umat Beragama di Sidawangi-Sumber Cirebon, Makalah yang dipresentasikan pada Annual Conference on Islamic Studies ke 11 di Bangka Belitung tanggal 10-13 Oktober 2011
[5]Pusat Kerukunan Umat Beragama Sekretaris Jenderal Kementerian Agama RI, Peran Tokoh / Pemuka Agama Dalam Pembangunan Masyarakat, Tahun 2010
[6] Ferimeldi, Kemenag Gelar Pelatihan Manajemen Konflik FKUB, Dalam Tribun Manado,  Tanggal 9 April 2012
[7] Fernando Lumowa, Tribun Manado, 29 April 2012
[8] Muhammad Diansyah (-) dalam ketagori Bidang Harmonisasi Umat Beragama tanggal 14 Mei 2012
[9]Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 169
[10]Ibid., h. 138
[11]Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta : Rake Sarasin, 1998 ), h. 21
[12]ImronArfhan, Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan aKeagamaan, (Malang : Kalimasada Press, 1996 ), h. 40
[13]Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 125
[14]Nana Sayodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), h. 60
[15]Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 130. Unstandardized interview adalah wawancara tanpa suatu daftar pertanyaan dengan susunan kata-kata dan tata urut yang tetap yang harus dipatuhi, meskipun tidak berarti tidak punya aturan atau cara bertanya tertentu. unstructured interviewadalah wawancara yang tidak mempunyai struktur tertentu, tetap selalu terpusat pada satu pokok yang tertentu. Lihat Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek, h. 232
[16]Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam Dalam Teori dan Praktek, h. 131
[17]BadanPusatStatistik Kota Manado, Kota Manado DalamAngka 2012
[18]BadanPusatStatistik Kota Manado, Kota Manado DalamAngka 2012
[19]BadanPusatStatistik Kota Manado, Kota Manado DalamAngka 2012
[20] Wikipedia Bahasa Indonesia, di akses tanggal 7 Juli 2014
[21]Sofyan Jimmy Yosadi. 2013. Toleransidan Kerukunan-2.  http://manado.tribunnews.com/2013/09/03/toleransi-dan-kerukunan-2  (diaksestanggal 22 September 2013).
[22]Anwar Sandiah (anggota FKUB Provinsi Sulawesi Utara periode 2011-2016, Wawancara Pribadi Tanggal 23 Desember 2013
[23]Sofyan Jimmy Yosadi. 2013. Toleransidan Kerukunan-2.  http://manado.tribunnews.com/2013/09/03/toleransi-dan-kerukunan-2  (diaksestanggal 22 September 2013).
[24] Billy J. Lasut, Manadonyaman.wordpress, tanggal 22 Desember 2012
[26]Nico Gara, Peran dan Fungsi FKUB: Pengalaman FKUB SULUT, Powerpoint yang Dipresentasikan pada Rakerda FKUB SULUT, tanggal 14-15 Juni 2012 di Hotel Arya Duta Manado
[29] Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara, Sulawesi Utara dalam Angka, (Manado: CV. Bahu Bahtera Indah, 2012), h. 3
[30] BPS, Sulawesi Utara Dalam Angka 2012
[31] Sofyan Jimmy Yosadi. 2013. Toleransi dan Kerukunan-2.  http://manado.tribunnews.com/2013/09/03/toleransi-dan-kerukunan-2  (diakses tanggal 22 September 2013).

[32] BPS, Sulawesi Utara Dalam Angka 2012
[33] Sofyan Jimmy Yosadi. 2013. Toleransi dan Kerukunan-2.  http://manado.tribunnews.com/2013/09/03/toleransi-dan-kerukunan-2  (diakses tanggal 22 September 2013).

[34] Mecky Onibala, Kata Sambutan pada acara penyambutan  kunjungan FKUB Sumbar belajar kerukunan di Sulut tanggal 21 Maret 2013
[35]Sofyan Jimmy Yosadi. 2013. Toleransi dan Kerukunan-2.  http://manado.tribunnews.com/2013/09/03/toleransi-dan-kerukunan-2  (diakses tanggal 22 September 2013).
[36]Sofyan Jimmy Yosadi. 2013. Toleransi dan Kerukunan-2.  http://manado.tribunnews.com/2013/09/03/toleransi-dan-kerukunan-2  (diakses tanggal 22 September 2013).
[37] Hakim. 2013. FKUB Sulawesi Utara Gelar Rapat Istimewa. http://sulut.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=160848  diakses tanggal 16 Oktober 2013)
[38] Hakim. 2013. FKUB Sulawesi Utara Gelar Rapat Istimewa. http://sulut.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=160848  diakses tanggal 16 Oktober 2013)
[39]Peraturan Bersama Menteri No 9 dan No 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama Dan Pendirian Rumah Ibadat.
[40] Nico Gara,  Ketua FKUB Provinsi Sulawesi Utara, Wawancara  melalui SMS,tanggal 5 Nopember 2013
[41] Anwar Sandiah, Anggota FKUB Provinsi Sulawesi Utara Periode 2011-2016, Wawancara Pribadi Tanggal 23 Desember 2013
[42] Anwar Sandiah, Anggota FKUB Provinsi Sulawesi Utara Periode 2011-2016, Wawancara Pribadi Tanggal 23 Desember 2013

[46]Rafans (ed.). 2012. FKUB Sulut Kecam Film Innocence of Moslem. http://patriotindo.wordpress.com/2012/09/18/fkbu-sulut-kecam-film-innocence-of-moslem/  (diakses tanggal 22 September 2013).
         [47] Nico Gara, Peran dan Fungsi FKUB: Pengalaman FKUB SULUT, Powerpoint yang Dipresentasikan pada Rakerda FKUB SULUT, tanggal 14-15 Juni 2012 di Hotel Arya Duta Manado
[50] Identitasnew. 2013. Mangindaan: Kerukunan Umat Beragama di Manado harus Tetap Dijaga. http://identitasnews.com/index.php/manado/3560-mangindaan-kerukunan-umat-beragama-di-manado-harus-tetap-dijaga.html  (diakses tanggal 22 Mei 2013)
[51]Anonim. 2013. Kansil Ajak FKUB Bantu Tangani HIV/AIDS. http://infopublik.org/read/49626/kansil-ajak-fkub-bantu-tangani-hivaids.html  (diakses tanggal 22 September 2013)
[52]Kenny Tulangow. 2013. BKKBN-FKUB lahirkan FAKSEDU. http://mobile.manadoexpress.com/berita-991-bkkbnfkub-lahirkan-faksedu.html  (diakses tanggal 22 September 2013)
[53] Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sulaesi Utara, Profil Kerukunan Umat Beragama  Provinsi Sulawesi Utara, Http://sulut.kemenag .go.id
[54] http://ads6.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=ac22031e&cb, Manado Menjadi Kota Model Kerukunan Umat Beragama, 22 Desember 2012. Diakses tanggal 23 Juli 2013
[55] Billy J. Lasut, Manado Menjadi Kota Meodel Kerukunan Umat Beragama, manadonyaman.wordpress, 22 Desember 2012. Diakses tanggal 23 Juli 2013
[56] Taufik Pasiak, Wawancara Pribadi Tanggal 23 Desember 2013
[57] KH Rizali M.Noor, Wawancara Pribadi Tanggal 23 Desember 2013

1 komentar:

  1. KADG PIN - Online Casino, Betfair and More - Kadang Pintar
    KADG PIN. kadangpintar KADG PIN. KADG PIN. KADG PIN. KADG PIN. KADG PIN. KADG PIN. KADG PIN. KADG PIN. 1xbet KADG PIN. KADG PIN. 인카지노 KADG PIN. KADG PIN. KADG PIN.

    BalasHapus