KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
Dr.
ANDI M. IDRIS TUNRU, M.Ag.
DOSEN
STAIN MANADO
Bulan Ramadhan adalah bulan yang
memiliki nilai-nilai yang lebih utama, memiliki nilai-nilai yang lebih istimewa
dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Mengapa Bulan Ramadhan dinamai bulan
istimewa atau tertinggi? Karena bulan Ramadhan adalah bulan yang kesembilan
pada bulan Qamariyah. Dalam hukum matematika, angka tertinggi adalah angka 9
(sembilan). Setelah Ramadhan diiringi dengan bulan syawal atau bulan kesepuluh.
Angka sepuluh merupakan kesempurnaan, itulah sebabnya umat Islam seluruh
penjuru dunia mengomandangkan takbir Allahu akbar 3X pada bulan Syawal yang
merupakan bulan kemenangan dan saling memaafkan diantara umat manusia sungguh
sangat paripurna.
Bulan Ramadhan senantiasa dirindukan
kedatangannya dan tidak ingin dilepas kepergiannya. Bulan Ramadhan adalah bulan
yang oleh Rasulullah dalam sabdanya disebut sebagai
شهرعظيم dan شهر
مبارك. Mengapa Rasulullah menyebutnya dengan dua nama itu.
Kata “azhim” dapat diartikan dengan “yang agung, yang mulia, dan yang memiliki
darajat yang tinggi”, sedangkan “mubarak”, dapat diartikan dengan “yang penuh
keberkatan dan penuh kebesaran”, karena sesuatu yang dikatakan berkah adalah
sesuatu yang menurut pandangan mata kita adalah kecil, tetapi mempunyai nilai
yang amat besar; menurut penilaian kita tidak bermakna, tetapi menurut
pandangan dan penilaian Allah adalah besar. Yang berkah yaitu sesuatu yang
menurut bentuknya kecil, tetapi manfaat, pengaruh, dan dampaknya sangat besar.
Mari kita lihat di mana keagungan dan keberkatan bulan
Ramadhan. Bulan Ramadhan disebut bulan yang agung karena di dalamnya terdapat
banyak keutamaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan yang lain. Di dalam bulan
Ramadhan kita melaksanakan puasa wajib selama sebulan penuh, di dalam bulan
Ramadhan diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk abadi bagi kaum muslimin, hanya
di dalam bulan Ramadhan terdapat sebuah malam, yang disebut lailatul qadar,
hanya di dalam bulan Ramadhan terdapat shalat tarawih, dan di dalam bulan
Ramadhan kita diwajibkan membayar zakat. Bulan Ramadhan memiliki tiga keutamaan
lain, yaitu bulan yang pada awalnya Allah menurunkan rahmat-Nya kepada mereka
yang berpuasa, pada pertengahannya Allah memberikan pengampunan atas segala
dosa mereka, dan pada akhirnya Allah membebaskan mereka dari siksaan api
neraka.
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh keberkatan karena
hanya di dalam bulan ini sesuatu amal ditingkatkan derajatnya lebih tinggi
dibandingkan dengan amalan yang sama yang dilakukan di bulan-bulan lain selain
bulan Ramadhan. Sebuah amalan sunnat yang dilakukan pada bulan ini nilainya
sama dengan amalan wajib yang dilaksanakan di bulan-bulan lain, sebuah amalan
wajib yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan nilainya sama dengan 70 puluh kali
amalan yang sama di luar bulan Ramadhan. Amalan ibadah yang dilakukan pada
malam qadar nilainya sama dengan amalan yang sama yang dilakukan selama seribu
bulan (setara dengan 83 tahun 4 bulan). Memberikan makan pembuka puasa kepada
orang yang berpuasa pahalanya akan diambil 100 % dari pahala orang yang
diberikan makan itu, tanpa dikurangi sedikit pun dari 100 % pahala yang
seharusnya didapatkan oleh yang diberi makan itu.
Di samping keutamaan-keutaman di atas,
kita bisa melihat lagi keutamaan bulan Ramadhan yang lain yaitu:
1. Kejujuran, bulan puasa merupakan
bulan kejujuran karena sangat personality (pribadi) tidak boleh dusta karena
seluruh ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan hanya Allah-lah yang dapat
mengetahui termasuk berpuasa. Apakah kita termasuk orang yang telah menunaikan
ibadah puasa yang sesungguhnya (jujur). Orang yang jujur selalu mendapat
ketenangan dalam hidupnya dan dirindukan oleh Allah SWT. Lebih-lebih lagi
manusia. Dan itu telah di contohkan oleh Rasulullah Saw. Orang yang jujur
selalu menyelesaikan masalah sesuai hukum-hukum alam. Sebaliknya orang yang
dusta selalu mendapat kesusahan sepanjang hidupnya termasuk di hari kemudian
(akhirat), karena selalu menyalahi hukum-hukum alam baik dalam dirinya termasuk
lingkungan sosialnya.
2. Tanggung Jawab, puasa ditunaikan
sebulan penuh maka manusia beriman wajib bertanggung jawab menunaikan ibadah
tersebut. Artinya puasa adalah amanah Allah yang harus kita laksanakan sebulan
penuh secara bertanggung jawab. Kita tidak boleh satu hari bahkan setengah hari
untuk tidak berpuasa. Dengan rasa tanggung jawab kita kerjakan puasa sesuai
dengan tuntunan agama karena puasa itu tidak saja menahan diri dari makan dan
minum pada waktu siang hari tetapi juga menahan diri untuk tidak melakukan
kebohongan, kedustaan, mencela dan sebagainya karena perbuatan ini bisa
membatalkan pahala puasa kita.
4. Jiwa Pemaaf. Dalam bulan suci
Ramadhan Allah Swt. Memaafkan dosa-dosa hambanya yang sungguh-sungguh bertobat.
Dengan jiwa pemaaf seseorang yang berpuasa akan selalu bersedia memberi maaf
dan menghapus luka-luka di hatinya.
5. Semangat Kebersamaan. Dalam Bulan
suci ramadhan ini umat Islam didik untuk
menunaikan ibadah secara bersama-sama yang tidak didapatkan pada bulan lain,
seperti buka puasa tidak boleh dimajukan atau diundur, harus tepat waktu dan
ditunaikan secara berbarengan atau sama-sama. Allah Swt. menyenangi dan
mencintai hamba-hambanya yang rukun, kerja sama yang baik dalam rangka
memajukan Islam.
Dengan keutamaan –keutamaan bulan
Ramadhan tersebut maka dapat kita katakan bahwa melaksanakan puasa pada bulan
Ramadhan merupakan suatu metode pelatihan untuk pengendalian diri yang
bertujuan untuk meraih kemerdekaan sejati, dan pembebasan dari belenggu yang
tidak terkendali. Puasa yang baik akan memelihara asset kita yang paling
berharga yaitu suara hati Ilahiyah, dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Dan dengan
semangat Ramadhan kita dapat tingkatkan kualitas keimanan, ketaqwaan dan
keilmuan sehingga Manado khususnya dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam
kemajuan budaya dan peradaban manusia. Wallahu
‘alam bissawab.
PUASA MENGASAH KECERDASAN SPIRITUAL, EMOSIONAL,
DAN INTELEKTUAL
Dr. EVRA WILLYA, M. Ag
(Ketua Jurusan Ushuluddin Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
STAIN MANADO)
Kata shaum
merupakan bentuk mashdar dari kata shama yang dikonstruksikan dari tiga huruf :
shad, alif dan mim. Seluruh derivasi dari kata tersebut memiliki makna menahan
diri, berhenti dan tidak bergerak, baik dalam bentuk kegiatan fisik maupun non
fisik. Memberhentikan rutinitas makan dan minum dan apapun yang halal dilakukan
pada siang hari adalah praktek minimal dari puasa. Puasa bukan hanya dibatasai
pada aktifitas lahiriyah saja tetapi juga aktifitas bathiniyah yaitu upaya
menahan diri dari menuruti keinginan nafsu yang negative.
Dengan tidak makan
dan minum kita meneladani Tuhan yang tidak makan dan minum, bahkan ini akan
lebih sempurna lagi jika orang yang gberpuasa itu memberi makan karena
demikianlah antara lain al-Qur’an memperkenalkan Allah sebagai pencipta langit dan bumi, memberi makan dan
tidak diberi makan (Q.S. Al-An’am : 14). Dengan tidak melakukan hubungan
seks seseorang yang berpuasa meneladani Allah yang ditegaskan oleh al-Qur’an
sebagai tidak memiliki anak, bagaimana
Dia memiliki anak padahal Dia tidak memiliki teman (pasangan) (Q.S.
Al-An’am: 101). Walaupun hanya kedua
sifat Allah itu yang harus diteladani oleh orang yang berpuasa, tetapi
dari segi substansi berpuasa seharusnya
berakhir dengan terpantulnya semua sifat Allah –kecuali sifat ketuhanan-Nya –
dalam kepribadian seseorang, karena berpuasa pada akhirnya adalah upaya
meneladani sifat-sifat Tuhan sesuai dengan kemampuan manusia sebagai makhluk.
Dengan sifat-Nya ar-Rahman (pelimpah kasih bagi seluruh makhluk dalam kehidupan
dunia ini ) yang berpuasa melatih diri memberi kasih kepada semua makhluk tanpa
kecuali. Dengan sifatnya al-Rahim (pelimpah rahmat di hari kemudian), yang
berpuasa memberi kasih kepada saudara-saudara seiman sambil meyakini bahwa
tiada kebahagiaan kecuali bila rahmat-Nya di hari akhir dapat diraih. Dengan
sifat al-Quddus (Maha Suci), yang berpuasa menyucikan diri lahir dan batin,
serta mengembangkan diri sehingga selalu berpenampilan indah, baik dan benar.
Sedangkan dengan meneladani sifat al-Karim ( Maha Pemurah), seseorang akan
menjadi sangat dermawan.
Dengan meneladani
sifat Tuhan yang Maha Mengetahui, orang yang berpuasa hendaknya terus menerus
berupaya menambah ilmunya. Dalam upaya tersebut dia dituntut agar dapat menggunakan
secara maksimal seluruh potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya untuk meraih
sebanyak mungkin ilmu yang bermanfaat, bukan hanya ilmu yang berkenaan dengan
benda-benda tetapi juga ilmu yang
bersifat non empiris yang hanya dapat diraih dengan kesucian jiwa dan
kejernihan kalbu. Ilmu seorang ilmuwan harus mengantarkannya kepada iman yang
akan mendorongnya memberi nilai-nilai spiritual terhadap ilmu yang diraihnya,
mulai dari motivasi hingga tujuan dan pemanfaatannya.
Dengan meneladani
sifat-sifat Allah melalui puasa akan dapat membentuk kepribadian orang yang
berpuasa dan membingkainya dalam perilaku positif karena puasa bisa menjadikan
seseorang bukan hanya cerdas secara spiritual, dan emosional, tetapi juga
cerdas secara intelektual.
1.
Kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual melahirkan kepekaan yang mendalam. Fungsinya
mencakup hal-hal yang bersifat supranatural dan religius. Dialah yang
menegaskan wujud Tuhan, melahirkan kemampuan untuk menemukan makna hidup serta
memperhalus budi pekerti dan dia juga yang melahirkan indra keenam bagi
manusia. Dimensi spiritual mengantar manusia percaya kepada yang ghaib dan ini
merupakan tangga yang harus dilalui untuk meningkatkan diri dari tingkat
binatang yang tidak mengetahui kecuali apa yang dijangkau oleh pancaindranya
menuju ke tingkat kemanusiaan yang menyadari bahwa wujud ini jauh lebih besar
dan lebih luas dari pada wilayah kecil dan terbatas yang hanya dijangkau oleh
indra. Kecerdasan inilah yang mengantar manusia menuju serta memuja suatu
realitas yang Maha Sempurna, tanpa cacat, tanpa batas dan tanpa akhir yakni
Allah yang Maha Agung.
2.
Kecerdasan Emosional
Allah menganugerahkan setiap manusia nafsu dan dorongan syahwat.
Allah memperindah hal itu dalam diri setiap manusia sebagaimana yang
digambarkan Allah dalam surat Ali Imran :14. Hawa nafsu tidak pernah puas dan
selalu mengajak kepada hal-hal yang bersifat negative. Ia bagaikan air laut,
semakin diminum semakin mengundang haus. Siapa yang memilih dunia dengan
mengorbankan akhirat, maka dunia meninggalkannya dan akhirat pun luput darinya.
Dengan kecerdasan emosional manusia mampu mengendalikan nafsu, bukan membunuh
dan meniadakannya. Pengendalian diri, dan bukan penyangkalan dan peniadaan
pribadi. Emosi dan nafsu yang terkendali sangat kita butuhkan, sebab ia
merupakan salah satu factor yang mendorong terlaksananya tugas kekhalifahan di
bumi, yakni membangun dunia sesuai dengan kehendak dan tuntunan Ilahi. Hawa nafsu bagaikan eksim, semakin digaruk
semakin nyaman tetapi kesudahannya adalah luka terinfeksi sehingga mengancam
jiwa si penderita. Di sinilah perlunya kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan
itu manusia akan mampu mengarahkan emosi atau nafsu kea rah positif sekaligus
mengendalikannya sehingga tidak terjerumus dalam kegiatan negative.
Kecerdasan emosi mendorong lahirnya ketabahan dan kesabaran
menghadapi segala tantangan dan ujian. Ini ditemukan dalam tuntunan Rasul yang
berkaitan dengan puasa. Sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui Abu
Hurairah bahwa “apabila sesorang
berpuasa, maka janganlah dia mengucapkan kata-kata buruk, jangan juga
berteriak, memaki. Bila ada yang memakinya maka hendaklah ia mengatakan : aku
berpuasa”. Kecerdasan emosional
dapat menjadikan jiwa manusia seimbang. Keseimbangan yang dapat menjadikannya
berfikir logis, objektif, bahkan memiliki kesehatan dan keseimbangan tubuh.
3.
Kecerdasan intelektual
Kecerdasan ketiga yang kita butuhkan adalah kecerdasan intelektual,
tetapi jika ini tidak dibarengi dengan kecerdasan spiritual dan emosional, maka
manusia akan terjerumus ke jurang kebinasaan. Ia akan seperti kepompong yang
membakar dirinya karena kepintarannya. Kebodohan bukanlah sekedar lawan dari
banyaknya pengetahuan, karena bisa saja seseorang memiliki informasi yang
banyak, tetapi apa yang diketahuinya tidak bermanfaat baginya. Banyaknya
infoormasi tidak selamanya diperlukan, bahkan tidak jarang malah membingungkan.
Oleh karena itu kita perlu memilah-milah informasi atau ilmu yang perlu diraih
karena ternyata tidak semua ilmu/informasi itu bermanfaat dan tidak semua yang
dapat diketahui perlu atau pantas diketahui. Kecerdasan intelektual yang
seperti inilah yang kita butuhkan.
Dengan melaksanakan puasa sesuai dengan tuntunan agama,
maka puasa akan mengasah ketiga kecerdasan tersebut. Dengan ketiga kecerdasan
ini seseorang akan menyandang pakaian ruhani. Dengan pakaian ruhani,
terpelihara identitasnya, anggun penampilannya. Kita akan menemukan dia akan
selalu bersih walaupun miskin, hidup sederhana walau kaya, terbuka tangan dan
hatinya. Tidak berjalan membawa fitnah, tidak menghabiskan waktu dalam
permainan, tidak menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain.
Bila beruntung dia bersyukur, bila diuji dia bersabar, bila berdosa dia
istighfar, bila bersalah dia menyesal dan bila dimaki dia tersenyum. Wallahu a’lam bisshawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar