Sabtu, 12 Desember 2015

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN dan PUASA MENGASAH KECERDASAN SPIRITUAL, EMOSIONAL, DAN INTELEKTUAL



KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN
Dr. ANDI M. IDRIS TUNRU, M.Ag.
DOSEN STAIN MANADO

Bulan Ramadhan adalah bulan yang memiliki nilai-nilai yang lebih utama, memiliki nilai-nilai yang lebih istimewa dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Mengapa Bulan Ramadhan dinamai bulan istimewa atau tertinggi? Karena bulan Ramadhan adalah bulan yang kesembilan pada bulan Qamariyah.  Dalam hukum  matematika, angka tertinggi adalah angka 9 (sembilan). Setelah Ramadhan diiringi dengan bulan syawal atau bulan kesepuluh. Angka sepuluh merupakan kesempurnaan, itulah sebabnya umat Islam seluruh penjuru dunia mengomandangkan takbir Allahu akbar 3X pada bulan Syawal yang merupakan bulan kemenangan dan saling memaafkan diantara umat manusia sungguh sangat paripurna.
Bulan Ramadhan senantiasa dirindukan kedatangannya dan tidak ingin dilepas kepergiannya. Bulan Ramadhan adalah bulan yang oleh Rasulullah dalam sabdanya disebut sebagai شهرعظيم  dan شهر مبارك. Mengapa Rasulullah menyebutnya dengan dua nama itu. Kata “azhim” dapat diartikan dengan “yang agung, yang mulia, dan yang memiliki darajat yang tinggi”, sedangkan “mubarak”, dapat diartikan dengan “yang penuh keberkatan dan penuh kebesaran”, karena sesuatu yang dikatakan berkah adalah sesuatu yang menurut pandangan mata kita adalah kecil, tetapi mempunyai nilai yang amat besar; menurut penilaian kita tidak bermakna, tetapi menurut pandangan dan penilaian Allah adalah besar. Yang berkah yaitu sesuatu yang menurut bentuknya kecil, tetapi manfaat, pengaruh, dan dampaknya sangat besar.
Mari kita lihat di mana keagungan dan keberkatan bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan disebut bulan yang agung karena di dalamnya terdapat banyak keutamaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan yang lain. Di dalam bulan Ramadhan kita melaksanakan puasa wajib selama sebulan penuh, di dalam bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk abadi bagi kaum muslimin, hanya di dalam bulan Ramadhan terdapat sebuah malam, yang disebut lailatul qadar, hanya di dalam bulan Ramadhan terdapat shalat tarawih, dan di dalam bulan Ramadhan kita diwajibkan membayar zakat. Bulan Ramadhan memiliki tiga keutamaan lain, yaitu bulan yang pada awalnya Allah menurunkan rahmat-Nya kepada mereka yang berpuasa, pada pertengahannya Allah memberikan pengampunan atas segala dosa mereka, dan pada akhirnya Allah membebaskan mereka dari siksaan api neraka.
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh keberkatan karena hanya di dalam bulan ini sesuatu amal ditingkatkan derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan amalan yang sama yang dilakukan di bulan-bulan lain selain bulan Ramadhan. Sebuah amalan sunnat yang dilakukan pada bulan ini nilainya sama dengan amalan wajib yang dilaksanakan di bulan-bulan lain, sebuah amalan wajib yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan nilainya sama dengan 70 puluh kali amalan yang sama di luar bulan Ramadhan. Amalan ibadah yang dilakukan pada malam qadar nilainya sama dengan amalan yang sama yang dilakukan selama seribu bulan (setara dengan 83 tahun 4 bulan). Memberikan makan pembuka puasa kepada orang yang berpuasa pahalanya akan diambil 100 % dari pahala orang yang diberikan makan itu, tanpa dikurangi sedikit pun dari 100 % pahala yang seharusnya didapatkan oleh yang diberi makan itu. 
Di samping keutamaan-keutaman di atas, kita bisa melihat lagi keutamaan bulan Ramadhan yang lain yaitu:
1. Kejujuran, bulan puasa merupakan bulan kejujuran karena sangat personality (pribadi) tidak boleh dusta karena seluruh ibadah yang dilakukan pada bulan Ramadhan hanya Allah-lah yang dapat mengetahui termasuk berpuasa. Apakah kita termasuk orang yang telah menunaikan ibadah puasa yang sesungguhnya (jujur). Orang yang jujur selalu mendapat ketenangan dalam hidupnya dan dirindukan oleh Allah SWT. Lebih-lebih lagi manusia. Dan itu telah di contohkan oleh Rasulullah Saw. Orang yang jujur selalu menyelesaikan masalah sesuai hukum-hukum alam. Sebaliknya orang yang dusta selalu mendapat kesusahan sepanjang hidupnya termasuk di hari kemudian (akhirat), karena selalu menyalahi hukum-hukum alam baik dalam dirinya termasuk lingkungan sosialnya.
2. Tanggung Jawab, puasa ditunaikan sebulan penuh maka manusia beriman wajib bertanggung jawab menunaikan ibadah tersebut. Artinya puasa adalah amanah Allah yang harus kita laksanakan sebulan penuh secara bertanggung jawab. Kita tidak boleh satu hari bahkan setengah hari untuk tidak berpuasa. Dengan rasa tanggung jawab kita kerjakan puasa sesuai dengan tuntunan agama karena puasa itu tidak saja menahan diri dari makan dan minum pada waktu siang hari tetapi juga menahan diri untuk tidak melakukan kebohongan, kedustaan, mencela dan sebagainya karena perbuatan ini bisa membatalkan pahala puasa kita.
4. Jiwa Pemaaf. Dalam bulan suci Ramadhan Allah Swt. Memaafkan dosa-dosa hambanya yang sungguh-sungguh bertobat. Dengan jiwa pemaaf seseorang yang berpuasa akan selalu bersedia memberi maaf dan menghapus luka-luka di hatinya.
5. Semangat Kebersamaan. Dalam Bulan suci ramadhan ini  umat Islam didik untuk menunaikan ibadah secara bersama-sama yang tidak didapatkan pada bulan lain, seperti buka puasa tidak boleh dimajukan atau diundur, harus tepat waktu dan ditunaikan secara berbarengan atau sama-sama. Allah Swt. menyenangi dan mencintai hamba-hambanya yang rukun, kerja sama yang baik dalam rangka memajukan Islam.
Dengan keutamaan –keutamaan bulan Ramadhan tersebut maka dapat kita katakan bahwa melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan merupakan suatu metode pelatihan untuk pengendalian diri yang bertujuan untuk meraih kemerdekaan sejati, dan pembebasan dari belenggu yang tidak terkendali. Puasa yang baik akan memelihara asset kita yang paling berharga yaitu suara hati Ilahiyah, dan tujuan hidup yang sesungguhnya. Dan dengan semangat Ramadhan kita dapat tingkatkan kualitas keimanan, ketaqwaan dan keilmuan sehingga Manado khususnya dapat berdaya guna dan berhasil guna dalam kemajuan budaya dan peradaban manusia. Wallahu ‘alam bissawab.



PUASA MENGASAH KECERDASAN SPIRITUAL, EMOSIONAL,
DAN INTELEKTUAL

Dr. EVRA WILLYA, M. Ag
(Ketua Jurusan Ushuluddin Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
STAIN MANADO)

            Kata shaum merupakan bentuk mashdar dari kata shama yang dikonstruksikan dari tiga huruf : shad, alif dan mim. Seluruh derivasi dari kata tersebut memiliki makna menahan diri, berhenti dan tidak bergerak, baik dalam bentuk kegiatan fisik maupun non fisik. Memberhentikan rutinitas makan dan minum dan apapun yang halal dilakukan pada siang hari adalah praktek minimal dari puasa. Puasa bukan hanya dibatasai pada aktifitas lahiriyah saja tetapi juga aktifitas bathiniyah yaitu upaya menahan diri dari menuruti keinginan nafsu yang negative.
            Dengan tidak makan dan minum kita meneladani Tuhan yang tidak makan dan minum, bahkan ini akan lebih sempurna lagi jika orang yang gberpuasa itu memberi makan karena demikianlah antara lain al-Qur’an memperkenalkan Allah sebagai pencipta langit dan bumi, memberi makan dan tidak diberi makan (Q.S. Al-An’am : 14). Dengan tidak melakukan hubungan seks seseorang yang berpuasa meneladani Allah yang ditegaskan oleh al-Qur’an sebagai tidak memiliki anak, bagaimana Dia memiliki anak padahal Dia tidak memiliki teman (pasangan) (Q.S. Al-An’am: 101).  Walaupun hanya kedua sifat Allah itu yang harus diteladani oleh orang yang berpuasa, tetapi dari  segi substansi berpuasa seharusnya berakhir dengan terpantulnya semua sifat Allah –kecuali sifat ketuhanan-Nya – dalam kepribadian seseorang, karena berpuasa pada akhirnya adalah upaya meneladani sifat-sifat Tuhan sesuai dengan kemampuan manusia sebagai makhluk. Dengan sifat-Nya ar-Rahman (pelimpah kasih bagi seluruh makhluk dalam kehidupan dunia ini ) yang berpuasa melatih diri memberi kasih kepada semua makhluk tanpa kecuali. Dengan sifatnya al-Rahim (pelimpah rahmat di hari kemudian), yang berpuasa memberi kasih kepada saudara-saudara seiman sambil meyakini bahwa tiada kebahagiaan kecuali bila rahmat-Nya di hari akhir dapat diraih. Dengan sifat al-Quddus (Maha Suci), yang berpuasa menyucikan diri lahir dan batin, serta mengembangkan diri sehingga selalu berpenampilan indah, baik dan benar. Sedangkan dengan meneladani sifat al-Karim ( Maha Pemurah), seseorang akan menjadi sangat dermawan.
            Dengan meneladani sifat Tuhan yang Maha Mengetahui, orang yang berpuasa hendaknya terus menerus berupaya menambah ilmunya. Dalam upaya tersebut dia dituntut agar dapat menggunakan secara maksimal seluruh potensi yang dianugerahkan Allah kepadanya untuk meraih sebanyak mungkin ilmu yang bermanfaat, bukan hanya ilmu yang berkenaan dengan benda-benda  tetapi juga ilmu yang bersifat non empiris yang hanya dapat diraih dengan kesucian jiwa dan kejernihan kalbu. Ilmu seorang ilmuwan harus mengantarkannya kepada iman yang akan mendorongnya memberi nilai-nilai spiritual terhadap ilmu yang diraihnya, mulai dari motivasi hingga tujuan dan pemanfaatannya.
            Dengan meneladani sifat-sifat Allah melalui puasa akan dapat membentuk kepribadian orang yang berpuasa dan membingkainya dalam perilaku positif karena puasa bisa menjadikan seseorang bukan hanya cerdas secara spiritual, dan emosional, tetapi juga cerdas secara intelektual.
1.      Kecerdasan  spiritual
Kecerdasan spiritual melahirkan kepekaan yang mendalam. Fungsinya mencakup hal-hal yang bersifat supranatural dan religius. Dialah yang menegaskan wujud Tuhan, melahirkan kemampuan untuk menemukan makna hidup serta memperhalus budi pekerti dan dia juga yang melahirkan indra keenam bagi manusia. Dimensi spiritual mengantar manusia percaya kepada yang ghaib dan ini merupakan tangga yang harus dilalui untuk meningkatkan diri dari tingkat binatang yang tidak mengetahui kecuali apa yang dijangkau oleh pancaindranya menuju ke tingkat kemanusiaan yang menyadari bahwa wujud ini jauh lebih besar dan lebih luas dari pada wilayah kecil dan terbatas yang hanya dijangkau oleh indra. Kecerdasan inilah yang mengantar manusia menuju serta memuja suatu realitas yang Maha Sempurna, tanpa cacat, tanpa batas dan tanpa akhir yakni Allah yang Maha Agung.
2.      Kecerdasan Emosional
Allah menganugerahkan setiap manusia nafsu dan dorongan syahwat. Allah memperindah hal itu dalam diri setiap manusia sebagaimana yang digambarkan Allah dalam surat Ali Imran :14. Hawa nafsu tidak pernah puas dan selalu mengajak kepada hal-hal yang bersifat negative. Ia bagaikan air laut, semakin diminum semakin mengundang haus. Siapa yang memilih dunia dengan mengorbankan akhirat, maka dunia meninggalkannya dan akhirat pun luput darinya. Dengan kecerdasan emosional manusia mampu mengendalikan nafsu, bukan membunuh dan meniadakannya. Pengendalian diri, dan bukan penyangkalan dan peniadaan pribadi. Emosi dan nafsu yang terkendali sangat kita butuhkan, sebab ia merupakan salah satu factor yang mendorong terlaksananya tugas kekhalifahan di bumi, yakni membangun dunia sesuai dengan kehendak dan tuntunan Ilahi.  Hawa nafsu bagaikan eksim, semakin digaruk semakin nyaman tetapi kesudahannya adalah luka terinfeksi sehingga mengancam jiwa si penderita. Di sinilah perlunya kecerdasan emosional. Dengan kecerdasan itu manusia akan mampu mengarahkan emosi atau nafsu kea rah positif sekaligus mengendalikannya sehingga tidak terjerumus dalam kegiatan negative.
Kecerdasan emosi mendorong lahirnya ketabahan dan kesabaran menghadapi segala tantangan dan ujian. Ini ditemukan dalam tuntunan Rasul yang berkaitan dengan puasa. Sabda beliau yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui Abu Hurairah bahwa “apabila sesorang berpuasa, maka janganlah dia mengucapkan kata-kata buruk, jangan juga berteriak, memaki. Bila ada yang memakinya maka hendaklah ia mengatakan : aku berpuasa”.  Kecerdasan emosional dapat menjadikan jiwa manusia seimbang. Keseimbangan yang dapat menjadikannya berfikir logis, objektif, bahkan memiliki kesehatan dan keseimbangan tubuh.
3.      Kecerdasan intelektual
Kecerdasan ketiga yang kita butuhkan adalah kecerdasan intelektual, tetapi jika ini tidak dibarengi dengan kecerdasan spiritual dan emosional, maka manusia akan terjerumus ke jurang kebinasaan. Ia akan seperti kepompong yang membakar dirinya karena kepintarannya. Kebodohan bukanlah sekedar lawan dari banyaknya pengetahuan, karena bisa saja seseorang memiliki informasi yang banyak, tetapi apa yang diketahuinya tidak bermanfaat baginya. Banyaknya infoormasi tidak selamanya diperlukan, bahkan tidak jarang malah membingungkan. Oleh karena itu kita perlu memilah-milah informasi atau ilmu yang perlu diraih karena ternyata tidak semua ilmu/informasi itu bermanfaat dan tidak semua yang dapat diketahui perlu atau pantas diketahui. Kecerdasan intelektual yang seperti inilah yang kita butuhkan.
Dengan melaksanakan puasa sesuai dengan tuntunan agama, maka puasa akan mengasah ketiga kecerdasan tersebut. Dengan ketiga kecerdasan ini seseorang akan menyandang pakaian ruhani. Dengan pakaian ruhani, terpelihara identitasnya, anggun penampilannya. Kita akan menemukan dia akan selalu bersih walaupun miskin, hidup sederhana walau kaya, terbuka tangan dan hatinya. Tidak berjalan membawa fitnah, tidak menghabiskan waktu dalam permainan, tidak menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain. Bila beruntung dia bersyukur, bila diuji dia bersabar, bila berdosa dia istighfar, bila bersalah dia menyesal dan bila dimaki dia tersenyum. Wallahu a’lam bisshawab.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar